Sekelompok pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov Kalsel atau anggota Korpri mengadu ke Komisi IV DPRD Kalsel, terkait hak plasma mereka tidak dibayar oleh perusahaan kelapa sawit PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK) yang terletak di Desa Sungai Cuka Kabupaten Tanah Laut.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Menurut perwakilan pemilik lahan plasma, Siswansyah mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel lewat forum pertemuan di ruang Komisi II DPRD Kalsel Banjarmasin, Rabu, (20/12/2023) mengungkapkan, permasalahan ini sebenarnya adalah tanggung jawab Koperasi Subur Mandiri.
Karena kata Siswansyah Koperasi Subur Mandiri adalah penghubung pihaknya sebagai anggota koperasi dengan PT Gawi Makmur Kalimantan (GMK), pengelola plasma sawit.
Lanjutnya, anggota plasma Koperasi Subur Makmur yang notabene adalah pensiunan PNS, terbanyak dari pensiunan Pemprov Kalsel ini meminta, baik kepada pihak perusahaan maupun koperasi bersedia membayar hak bagi hasil dari perkebunan plasma sawit, dimana selama ini belum pernah dirasakan oleh anggota atau pemilik lahan.
Ironisnya, justru anggota dibebankan utang puluhan miliaran rupiah oleh PT GMK.
“Lahan milik kami, jangankan menikmati bagi hasil, justru dibebankan utang ini bagaimana,” celetuk salah satu anggota.
Jika permohonan bagi hasil ini masih belum didapatkan anggota, Siswansyah akan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
“Karena kebetulan saya sudah menjadi seorang pengacara,” akunya sembari diiringi tawa kecil rekan-rekannya.
Bahkan dirinya akan mengancam mengekspose ke media.
“Bahwa PT GMK yang sangat luar biasa ini tidak bisa membayar dua ratus enam puluh empat orang pensiunan pemprov,” ucapnya.
Sementara mantan Wakil Kepala Kejati Kalsel, Ahmad Yani juga hadir di pertemuan tersebut meminta perjanjian dengan PT GMK direvisi ulang.
“Klausulnya yaitu perusahaan bersedia menyisihkan dua puluh persen untuk anggota atau pemilik lahan plasma,” terangnya.
Dikatakan Ahmad Yani, PT GMK maupun Koperasi Subur Makmur harus memenuhi 20 persen itu, sebab sesuai peraturan Kementerian Pertanian (Kementan) yang berlaku.
“Kami minta sampai tanggal dua puluh tujuh sudah ada perjanjian baru memuat khususnya soal dua puluh persen untuk anggota,” jelas Ahmad Yani.
Sementara perwakilan PT GMK, Bambang Nugroho mengaku sudah banyak mengeluarkan biaya karena lahannya bermasalah.
“Lahannya terlalu banyak bermasalah sehingga sering mengeluarkan biaya-biaya eksternal,” alasan Bambang.
Namun katanya bukan berarti kebun plasma tidak menghasilkan. Akan tetapi biaya untuk menghasilkan atau biaya produksi tersebut sangat tinggi.
“Dari lima ratus hektar hanya separuh bisa dipanen sekitar dua ratus hektar saja,” sebutnya.
Untuk itu pihaknya berharap ada pembicaraan ulang antara Koperasi, perusahaan dan pemilik lahan.
“Perusahaan tidak akan lari, GMK komitmen kok,” tegasnya.
Pada waktu yang sama, Ketua Komisi II DPRD Kalsel, Imam Suprastowo meminta segera dibikin reschedule atau menjadwalkan ulang untuk menciptakan kesepakatan terkait bagi hasil atau Sisa Hasil Usaha (SHU).
“Dari pendapatan mereka (perusahaan) harus dibagi ke petani dua puluh persen,” inginnya.
Menurutnya terkait bagi hasil 20 persen ini berlaku bukan hanya untuk Koperasi Subur Makmur, tetapi juga secara umum.
(yon/rth)