Rencana aksi demo ribuan sopir angkutan batubara untuk menuntut perhatian Pemprov Kalsel ternyata bukan isapan jempol. Meski aksi demo yang semula direncanakan di depan Kantor Gubernur Kalsel di Jl Trikora dibatalkan, namun massa memindah titik lokasi unjuk rasa ke gedung DPRD Provinsi Kalsel, pada Rabu, (22/12/2021) siang.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Salah satu poin penting yang diperoleh para pengunjuk rasa dari hasil pertemuan antara perwakilan pendemo dengan Ketua DPRD Kalsel, Supian HK beserta Komisi terkait yang diwakili Rosihan NB, DPRD Kalsel berencana memanggil kedua pihak perusahaan tambang batubara yang bertikai yakni, PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT).
Apabila DPRD Kalsel melakukan pemanggilan kepada dua pihak perusahaan itu tidak mendapatkan respon yang baik, maka aktivitas PT AGM dan PT TCT akan dibekukan.
“DPRD Kalsel akan memanggil kedua pihak perusahaan tambang batu bara tersebut, baik PT AGM maupun PT TCT. Apabila kedua pihak itu tidak datang atau tidak kooperatif, maka DPRD Kalsel berjanji akan membekukan aktivitas kedua perusahaan tambang tersebut,” ujar Kuasa Hukum Sopir Angkutan dan Tongkang, Supiansyah Darham, SE, SH kepada koranbanjar.net, Kamis, (23/12/2021).
Supiansyah Darham menuturkan perubahan titik aksi demo yang semula direncanakan di depan Kantor Gubernur Kalsel. Tadinya, aksi demo akan digelar di depan Kantor Gubernur Kalsel di Jalan Trikora Kota Banjarbaru. Sehubungan Gubernur Kalsel berada di Jakarta, sehingga aksi demo bergeser ke gedung DPRD Kalsel.
“Untuk apa kita teriak-teriak di depan Kantor Gubernur Kalsel, kalau orang nomor satu di Kalsel tidak berada di tempat, katanya berada di Jakarta. Oleh sebab itu, kami langsung koordinasi dengan Kapolres Banjarbaru untuk meminta perubahan titik lokasi demo ke DPRD Kalsel,” jelasnya.
Kemudian, seluruh peserta aksi demo berkumpul di Masjid Sabilal Muhtadin. Di sana mereka melaksanakan sholat sunnat dua rakaat. Usai melaksanakan sholat dua rakaat, pendemo melanjutkan aksi dengan long march (jalan kaki) menuju gedung DPRD Kalsel.
“Sekitar lima belas menit kami melakukan orasi di depan gedung DPRD Kalsel, kemudian pihak DPRD Kalsel bersedia menerima kami untuk melakukan pertemuan. Waktu itu, ada lima belas orang perwakilan yang dipersilakan masuk ke dalam gedung, termasuk saya sendiri,” katanya.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 2 jam tersebut, ada 4 poin yang telah disampaikan perwakilan pengunjuk rasa. “Poin pertama kami jelaskan kepada DPRD Kalsel, bahwa kasus perdata antara PT AGM dan PT TCT sedang bergulir di Pengadilan Negeri Tapin. Poin kedua, dalam proses perkara ini, muncul pelanggaran pidana yang dilaporkan ke Polres Tapin serta dilanjutkan ke Polda Kalsel. Poin ketiga, kami menjelaskan dan meminta DPRD Kalsel, bahwa kedua perusahaan tambang tersebut adalah dua perusahaan yang mengeruk Sumber Daya Alam di Kalsel, sementara setelah adanya police line, penduduk setempat malah tidak mendapatkan manfaat atau hanya mendapatkan akibat saja. Atas dasar itu, kami meminta kepada Gubernur, Ketua DPRD serta Kapolda Kalsel agar bersikap, masa masyarakat Kalsel yang menderita,” bebernya.
Ketiga unsur pimpinan daerah tersebut tentunya dapat bersikap, mendesak para pihak bersengketa agar berdamai, kemudian membuka police line. Supaya masyarakat Kalsel tidak dirugikan.
Poin keempat, jika tidak ada jalan keluar lagi atau kedua pihak masih bersikeras, para sopir meminta kepada Gubernur Kalsel agar mengizinkan sopir angkutan menggunakan jalan negara.
“Kalau tidak ada jalan keluar, ya satu-satunya pada sopir akan melintas di jalan negara sekitar 10 kilometer,” tegasnya.(sir)