Kawasan Pusat Perbelanjaan Sekumpul (PPS) di Kota Martapura yang lama terbengkalai, sepertinya membutuhkan program terintegrasi dari stakeholder terkait agar dapat berfungsi maksimal. Apalagi tidak lama lagi, pengelolaan kawasan PPS itu akan diserahkan pihak investor kepada Pemerintah Daerah. Namun yang jadi pertanyaan sekarang, apakah pihak terkait di lingkungan Pemkab Banjar sudah memikirkan hal itu? Atau barangkali lebih memilih masa bodoh?
BANJAR, koranbanjar.net – Mantan anggota DPRD Banjar yang turut ‘mengawal’ pembangunan PPS Martapura, Khairuddin saat dijumpai koranbanjar.net, belum lama tadi menguraikan, asal mula pembangunan PPS Martapura untuk membuat sentralistik lokasi dagangan.
Tiap-tiap pedagang tersentralistik sesuai jenis dagangannya. Ada khusus pasar ikan, pasar sayur, pasar sembako, pasar pakaian dan lainnya. Tujuannya mempermudah pengunjung membeli kebutuhan sesuai dengan sentral dan lokasi jenis dagangan.
Dengan begitu, diharapkan semakin banyak transaksi di pasar, semakin tumbuh ekonomi di pedesaan. Karena pedagang di pedasaan akan datang membeli bahan-bahan yang mereka jual kembali di kampung.
Tetapi untuk mencapai itu, sarana pasar harus disediakan, tidak bisa mengharap investasi pedagang, tetapi investasi pemerintah. “Perbaiki jalannya, perbaiki drainase dan tata bak jualannya.
“Pusat parkir mobil di mana, pusat parkir sepeda motor di mana, semua harus ditata. Semua kendaraan pedagang maupun pengunjung tidak boleh di luar area pasar, jangan sampai mengganggu jalan umum. Nah, ini kan perlu ketegasan pemilik,” ucap Khairuddin.
Nah siapa pemilik pasar? Apakah milik pemerintah atau swasta. “Kalau pasar pemerintah, berarti pemiliknya pemerintah. Bupati mempunyai kekuatan untuk mengatur itu. Lantas di mana kekuatan Bupati, yang di Disperindag, Bagian Ekonomi dan PD Pasar Bauntung Batuah,” katanya.
Ditambahkan, stakeholder harus membuat program yang tumbuh dari narasi para pedagang, tukar parkir maupun tukang gerobak.
“Program jangan diturunkan dadakan, nanti pelaku pasar tidak siap, akan menimbulkan gejolak. Kalau perlu ajak perwakilan pedagang studi banding ke pasar-pasar tradisional yang bersih dan nyaman di kota lain. Tapi jangan diajak ke pasar modern,” imbuhnya.
Semua itu butuh perencanaan semua stakeholder terkait yang terintegrasi. Jangan stakeholder terkait jalan sendiri-sendiri, nanti akan menimbulkan kekacauan.
“Perindag punya konsep sendiri, ekonomi punya konsep sendiri dan PD pasar punya konsep sendiri, kalau itu yang terjadi maka tidak jalan. Integrasilah. Intinya bagaimana melaksanakan program yang terintegrasi dengan tujuan pengunjung datang ke pasar dan belanja,” tutup Khairuddin. (sir)