Sungguh keterlaluan, sudah hampir 5 tahun PT Puradika Bongkar Muat Makmur (PBMM) tidak juga membayar upah kerja buruh Koperasi TKBM Banjarmasin.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Ketua Koperasi TKBM, Muhammad Noor kepada media ini saat ditemui di kantornya, Selasa (20/4/2021) menekankan, apabila PT Puradika tidak juga membayar hak buruh 831 orang, maka pihaknya akan mengambil langkah hukum dengan menyerahkan persoalan ini ke Polda Kalsel.
“Kami berencana membawa persoalan ini ke hukum, dan akan kami laporkan ke Polda,” tegas Muhammad Noor.
Dijelaskan M.Noor, sebelumnya pihaknya menanyakan perihal utang upah kerja yang terjadi sejak tahun 2017 tersebut kepada pihak PT Puradika Cabang Banjarmasin. Namun menurut PT Puradika yang beralamat di Jalan AES Nasution Kecamatan Banjarmasin Timur ini, keputusan ada di PT Puradika pusat di Jakarta.
“Dan keputusannya adalah, PT Puradika tidak merasa berutang upah kerja, melainkan akan membayar upah ship gear aja,” ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, antara PT Puradika dan Koperasi TKBM memiliki kesepakatan yang termuat dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB) yang ditandatangani ke dua belah pihak.
“Jadi selama SKB ini belum dicabut, maka kewajiban mereka tetap harus membayar, sedangkan PBM lainnya bayar, kok kenapa PT Puradika tidak ingin membayar, kan aneh?” cetusnya.
Kilas Balik Tahun 2018

Sekadar mengingat kembali, tahun 2018, pengurus dan anggota Koperasi TKBM Samudera Nusantara menyambangi kantor DPRD Kalsel yang berjumlah kurang lebih 100 orang pada waktu itu, tepatnya Kamis (17/5/2018).
Mereka meminta Wakil Rakyat DPRD Provinsi Kalsel untuk menjembatani permasalahan yang terjadi antara pihak TKBM dengan PT Puradika.
Dalam forum mediasi tersebut kala itu hadir Ketua komisi IV beserta anggotanya, Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalsel, Kepala KSOP Kelas 1 Banjarmasin, pihak PT Puradika, ABMI dan TKBM Pelabuhan Trisakti yang berjumlah 100 orang.
Kepala Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Rusdiansyah kepada sejumlah wartawan menyampaikan, selama setahun ini, PT Puradika Bongkar Muat Mandiri (PBMM) Adaro Group tak membayar upah bongkar muat para buruh. Dampaknya, 831 orang selama setahun ini (2018) tak menerima upah dihitung sudah mencapai Rp10 miliar.
“Nilai pekerjaan yang belum dibayar PT Puradika sejak tahun 2017 hingga sekarang kurang lebih Rp10 miliar terhadap 831 tenaga TKBM, ” ujar Rusdi, Ketua Koperasi TKBM saat itu.
Ditambahkan Karim, mantan salah satu pengurus Koperasi TKBM, alasan lain diketahui bahwa PT Puradika lebih mengutamakan tenaga ahli serta alat yang canggih untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan mereka, sehingga tenaga buruh TKBM tidak dipakai. Namun hal ini ditepis laki-laki yang memiliki nama lengkap Muhammad Karim Amrullah. Pasalnya, TKBM juga memiliki tenaga ahli dan memiliki ijazah pelatihan.
“Jadi pada intinya, PT Puradika memang sengaja tidak ingin menggunakan tenaga kerja lokal atau pribumi, mereka lebih mengutamakan tenaga kerja luar yang sama sekali tidak menguntungkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD),” tambahnya.
Masih menurut Karim, PT Puradika sepertinya selalu mengulur waktu melakukan pembayaran upah buruh TKBM yang tertunda hampir dua tahun lebih tersebut. Hal ini Ia katakan karena setiap diajak melakukan perundingan, PT Puradika selalu tidak datang.
“Setiap kali kita ajak melakukan negoisasi dan perundingan, pihak PT Puradika selalu tidak hadir dengan berbagai macam alasan, hal ini membuat kami berpikir kalau perusahaan tersebut tidak ada niat untuk menyelesaikan permasalahan ini,”tandasnya.
Pada tahun 2019, polemik antara PT Puradika dan Koperasi TKBM Samudera Nusantara, ditanggapi serius Komisi IV DPRD Kalsel.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel,Yazidi (tahun 2019) menegaskan, jika PT Puradika hingga saat ini masih bersikeras untuk tidak membayar kewajiban kepada Koperasi TKBM Samudera Nusantara, maka pihaknya berencana menghadirkan pakar hukum, Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Perhubungan, Biro Hukum dan Ahli Hukum Tata Negara.
Selanjutnya apabila dalam mediasi yang kesekian kali ini, juga tak diindahkan PT PBMM, maka Komisi IV akan mengeluarkan surat peringatan yang terakhir (SP3).
“Jika sesudah ini, belum ada tindak lanjut dari PT PBMM untuk menyelesaikan kewajiban, maka kita akan terbitkan surat peringatan yang terakhir,” ujar Yazidi tegas.
Komisi IV DPRD Kalsel meminta kepada Pihak Pemerintah Provinsi untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan tersebut.
“Berdasarkan pertimbangan hukum dan lain sebagainya, kami minta kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, untuk memberikan sanksi tegas kepada Puradika sesuai potensi pelanggaran yang dilakukan,” tegasnya lagi.
Sambungnya, jika sanksi tersebut belum dikeluarkan Pemerintah atau dikeluarkan, tetapi tidak diindahkan, maka kami akan bentuk Pansus” janjinya.
Ketika dimintai pendapatnya mengenai pernyataan PBMM dengan dasar Peraturan Menteri Perhubungan No. 152 Tahun 2016, sehingga tidak ada pembayaran upah atau perjanjian pembayaran upah, Yazidi menimpali, jika PT. Puradika memakai dasar PM tersebut, maka persoalan tidak akan tuntas. Karena pihaknya juga bisa mengandalkan Peraturan Kementerian Perhubungan dan peraturan Kementerian Dinas Tenaga Kerja.
Namun Ia meyakini, PT Puradika akan memberikan keputusan yang terbaik yang tidak saling merugikan dari kedua belah pihak, antara PT Puradika Bongkar Muat Makmur dengan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Nusantara.
“Kita akan terus mengupayakan dengan berbagai cara mediasi, komunikasi yang baik, dengan damai. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan. Kepada Puradika juga diminta legowo dalam menyelesaikan kewajiban, jangan sampai Pemerintah Provinsi akhirnya memberikan sanksi yang dapat merugikan pihak PT Puradika,” imbaunya.
Jika dengan berbagai cara komunikasi yang baik sudah dilakukan, akhirnya tetap tidak menemukan win-win solution, maka dengan terpaksa ini akan berakhir di meja hijau.
Klarifikasi PT. Puradika Bongkar Muat Makmur
Sementara itu, manajemen PT. Puradika Bongkar Muat Makmur (PT PBMM) pernah menyampaikan klarifikasi ke redaksi koranbanjar.net beberapa waktu silam, Jumat, (21/12/2018).
Dalam klarifikasi dijelaskan, PT. Puradika menjalankan kegiatan Ship to Ship (STS) Transfer (dengan system “floating crane” dan “shipgear”) di area alih muat antar kapal di terminal apung Taboneo Pelabuhan Banjarmasin senantiasa berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Khususnya di bidang penyelenggaraan dan pengusahaan kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal yaitu Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 152 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat dari dan ke Kapal (“PM 152/2016”).
“Oleh sebab itu, tidak benar kalau PT PBMM disebut tak membayarkan upah kepada anggota Koperasi TKBM “Samudera Nusantara” Banjarmasin untuk kegiatan STS dengan sistem “floating crane.” bantahnya.
Karena sejak berlakunya PM 152/2016, Puradika tidak lagi menggunakan jasa Koperasi TKBM Samudera Nusantara Banjarmasin untuk kegiatan STS dengan sistem floating crane
“Sehingga kami berpendapat bahwa tidak tepat bagi Koperasi TKBM Samudera Nusantara Banjarmasin menagih pembayaran upah,” ucap Dirut PT. Puradika kala itu.
Ketika dimintai pendapatnya mengenai pernyataan PBMM dengan dasar Peraturan Menteri Perhubungan No. 152 Tahun 2016, sehingga tidak ada pembayaran upah atau perjanjian pembayaran upah, lagi-lagi Ketua Komisi IV DPRD Kalsel Yazidi menimpali, jika PT. Puradika memakai dasar PM tersebut, maka katanya persoalan tidak akan tuntas.
“Karena kami pun juga bisa mengandalkan Peraturan Kementerian Perhubungan dan peraturan Kementerian Dinas Tenaga Kerja,” sebutnya.(yon/sir)