Petani karet adalah satu di antara pekerjaan yang sangat terdampak oleh mewabahnya virus corona atau Covid-19, di Kabupaten Banjar, Kalsel. Saking sulitnya memenuhi kebutuhan ekonomi sekarang, petani karet asal Desa Pandak Daun, Kecamatan Karang Intan ini terpaksa harus mencari tanaman “bagang” (umbi porang), untuk bertahan hidup bersama keluarga.
DENNY SETIAWAN, Karang Intan
PAGI menjelang siang, Kamis (16/04/2020) tadi, petani karet asal Desa Pandak Daun, Darkan (70), tengah duduk di bawah rindangnya pohon karet. Pakaiannya agak lusuh, mengenakan kaos putih dan celana berwarna agak kecokelatan yang terlihat kotor, serta dengan parang yang terselip di pinggang, dia tampaknya sedang beristirahat.
Serta merta, reporter koranbanjar.net mendekati Darkan untuk diajak berbincang-bincang. “Sedang apa ya pak?” tanya reporter.
“Lagi mencari bagang (umbi porang),” sahutnya.
Setelah ditanya lebih detil tentang tumbuhan yang dimaksud, Darkan langsung berdiri, kemudian mengambil sebuah karung yang berisi sesuatu. “Ini….bagang namanya. Kalau dijual, ini bisa laku antara Rp3.000 hingga lebih per biji,” ungkapnya sambil menunjukkan satu biji bagang sebesar kepalan tangan.
Umbi Porang Diekspor
Tumbuhan ini, menurut dia, ada pembelinya. Karena selanjutnya di ekspor ke luar negeri. “Ini di ekspor lagi, kalau tidak salah, setelah diproduksi, dijual lagi ke sini (Indonesia). Kabarnya bisa dijadikan jelly dan obat komestik,” jelas Darkan dengan polos.
Disinggung tentang aktivitasnya sebagai pencari tumbuhan bagang (umbi porang), Darkan menceritakan, pekerjaan yang dia lakukan tersebut hanya sewaktu-waktu. Karena pekerjaan utamanya adalah sebagai petani karet.
“Sebetulnya saya petani karet. Berhubung sekarang harga karet murah sekali, ya saya mencari bagang. Hanya pekerjaan ini yang bisa saya lakukan untuk makan dengan keluarga,” kisahnya.
Tak Punya Modal
Darkan juga menambahkan, sebetulnya tumbuhan bagang ini sangat berpotensi dibudidayakan. Persoalannya, orang seperti dia tak mungkin mampu membudidayakan, karena tidak memiliki modal.
“Kalau ada yang bisa membubidayakan, wah saya mau sekali. Saya sudah punya tanah, tinggal membuka kebunnya. Persoalannya, saya tidak punya ini,” katanya sambil menggesekkan ibu jari tangan dengan telunjuk.(*)