Perceraian Akibat Poligami Meningkat

MARTAPURA, koranbanjar.net – Angka perceraian di Kabupaten Banjar mengalami peningkatan. Jika di 2018 terhitung 878 perceraian diputuskan, di 2019 sudah 893 kali perceraian; 15 kasus lebih banyak atau meningkat 1,7 persen.

Angka tersebut diambil dari data Pengadilan Agama (PA) Martapura yang diupdate pada 18 Desember lalu. Menurut Panitera Muda (Panmud) Pengadilan Agama Martapura, Ahmad Salim Ridha, di 2019 ini angka perceraian masih didominasi cerai gugat (permohonan cerai yang diajukan istri) sebanyak 694 perkara.

“Dalam 893 perkara, ada 199 perkara cerai talak (permohonan cerai yang diajukan suami) dan cerai gugat tiga kali lipat dari cerai talak yaitu 694 perkara,” ujar Salim didampingi Panitera Mukhyar kepada koranbanjar.net.

Penyebab kasus perceraian ini, tambah Salim, peringkat pertama lantaran perselisihan dan pertengkatan terus menerus, yakni sebanyak 511 kasus (57,22%).

Perceraian Akibat Poligami Meningkat
Panitera Muda Pengadilan Agama Martapura, Ahmad Salim Ridha (kiri) dan Panitera Mukhyar (kanan). (foto: humaidi/koranbanjar.net)

“Pertengakaran terus menerus ini merupakan faktor cecara umumnya, yang artinya jika ditelisik lebih dalam lagi akan diketahui penyebab sebenarnya. Putusannya pun diputuskan secara verstek (putusan yang tidak dihadiri pihak tergugat). Oleh karena itu tidak bisa diketahui secara pasti penyebabnya,” paparnya.

Di urutan kedua penyebab perceraian di Kabupaten Banjar, karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 137 kasus (15,34%), dan di urutan ketiga faktor ekonomi sebanyak 135 kasus (15,11%).

“Berbeda dengan tahun 2018 yang mana faktor penyebabnya yang banyak adalah faktor ekonomi, kalau sekarang penyebab terbanyaknya adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus,” jelasnya kepada koranbanjar.net.

Perceraian disebabkan poligami pun meningkat. Jika tahun lalu ada 9 perkara, maka di tahun 2019 ini ada 14 perkara.

Selain itu, faktor pasangan yang mabuk, judi, dan madad totalnya ada 40 kasus. Ditambah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 32 kasus, masuk penjara 12 kasus, kawin paksa 8 kasus, dan murtad ada 5 kasus.

Disinggung tentang usia pihak yang bercerai, Salim mengatakan, rata-rata sudah dewasa dan berumur 30 tahunan.

Selanjutnya angka permohonan izin nikah dini lantaran hamil duluan relatif tinggi, yakni 98 kali permohonan dispensasi kawin.

“Dispensasi Kawin ada 98 perkara. Biasanya dispensasi kawin ini dikarenakan keadaan darurat seperti hamil duluan, tapi tidak semuanya darurat seperti itu,” katanya.

Jumlah angka perceraian di Kabupaten Banjar ini bisa jadi meningkat, mengingat 2019 belum berakhir. (har/dra)