Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
BanjarReligi

Pengungsi Lombok Kian Merana, Beginilah Kondisi Terakhir

Avatar
453
×

Pengungsi Lombok Kian Merana, Beginilah Kondisi Terakhir

Sebarkan artikel ini

LOMBOK, KORANBANJAR.NET – Tempat pengungsian korban gempa di Lombok kini semakin memperihatinkan, bahkan kondisi korban kian merana. Sudah lebih dari tiga bulan korban harus tinggal di tenda, sementara musim hujan sudah mulai tiba. Ironisnya, hunian sementara yang dijanjikan belum juga berdiri.

Bagi Budi Wicaksono, seorang guru di SMA N 1 Bayan, Lombok Utara, mengajar adalah sebuah penyembuhan luka batin. Dia mengatakan gempa yang terjadi tiga bulan lalu membawa trauma panjang baginya. Apalagi, tiga siswanya menjadi korban tewas, sementara seorang siswa lainnya diamputasi salah satu kakinya.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

“Sewaktu gempa dia sedang di pantai. Kakinya terjepit antara beton jembatan dan jalan, harus diamputasi. Dia sudah sekolah sekarang, dan penuh semangat,” kata Budi kepada VOA (afiliasi koranbanjar.net).

Sepanjang siang, Budi mencari kesibukan agar tidak ingat apa yang sudah terjadi. Itulah yang disebutnya sebagai penyembuhan trauma. Sore hari, ketika pulang dia harus kembali ke tenda yang sudah ditinggali sejak awal Agustus. Hujan yang belakangan sering turun menambah kegalauan. Keprihatinan kadang muncul, tetapi rasa syukur bahwa dia masih hidup memberinya kekuatan.

 “Ya kalau itu ya, gimana lagi, namanya hujan. Kita kadang berdoa, mudah-mudahan hujan. Tetapi kalau hujan, ke mana kita lari? Kalau terpaksa ya, di emper-emper rumah saja. Karena gempa susulan tak pernah kita duga. Ini tenda yang kita dapat bantuan dari UNICEF ini sudah rusak. Rata-rata kalau terpal sudah rusak. Namanya musibah, mau bilang apa. Sedih kita kalau di tenda malam, nah kalau siang beraktivitas, termasuk trauma healing itu,” kata Budi Wicaksono.

Pemerintah sudah menjanjikan bantuan Rp50 juta untuk korban yang rumahnya rusak berat, Rp 25 juta untuk rusak sedang dan Rp10 juta untuk rusak ringan. Namun, realisasinya belum ada. Bahkan pembangunan hunian sementara (huntara) sebagai alternatif tenda pengungsian yang lebih nyaman, belum terlaksana.

Siti Hajar, korban gempa warga Bayan, Lombok Utara mengaku sejauh ini warga baru diminta menyetorkan nomor rekening.

“Sedang diproses ini. Baru kemarin ngumpulin rekening, mungkin untuk penarikan. Tetapi belum ada yang bangun rumah, mungkin uangnya belum cair. Katanya bertahap,” jelas Siti Hajar.

Meskipun begitu, tidak berarti belum ada kemajuan sedikitpun di Lombok. Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kampus dan lembaga swadaya masyarakat kebencanaan telah membangun ribuan Huntara. Menjadi tidak terasa dampaknya bagi pengungsi, karena jumlah yang terbangun masih sangat kecil dibanding yang dibutuhkan. Tidak mengherankan, di banyak titik, Huntara ini bahkan sama sekali belum ada.

Dalam kunjungannya ke Lombok 18 Oktober lalu, Presiden Jokowi meminta penyederhanaan pencairan dana bantuan untuk korban gempa. Sebelumnya, ada 17 persyaratan yang harus dipenuhi. Dengan desakan Jokowi, korban hanya perlu menyediakan satu lembar persyaratan.

“Sudah kita putuskan bahwa dari 17 prosedur yang sebelumnya diberikan, itu menurut saya sangat rumit dan berbelit, kemarin diputuskan kita pangkas hanya 1 prosedur tanpa mengurangi akuntabilitas. Sekarang saya mau melihat setelah prosedur dijadikan satu, apakah masih ruwet atau tidak,” papar Jokowi dalam keterangan resmi pihak Istana.(lt/voaindonesia.com/sir)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh