LANDASAN ULIN, KORANBANJAR.NET – Proyek pengembangan Bandara Syamsuddin Noor di Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, tidak dapat dipungkiri telah memerlukan lahan yang tidak sedikit. Tidak terkecuali bagi masyarakat sekitar, lahan atau tanah yang terkena dampak perluasan bandara tesebut sudah tentu akan mendapatkan manfaat penjualan lahan dengan harga yang tidak murah.
Bahkan tidak sedikit pula, adanya oknum pengusaha atau juragan tanah hingga oknum pejabat negara yang jauh-jauh hari berinvestasi membeli tanah di kawasan itu, agar suatu saat, apabila pihak Bandara Syamsuddin Noor memerlukan lahan yang luas, maka lahan tersebut dapat dijual dengan harga yang tinggi.
Persoalan lain yang muncul atas penyediaan lahan bandara itu, banyak masyarakat yang mengalami tumpang tindih Surat Hak Kepemilikan (SHM) hingga berujung pada perebutan di meja hijau. Hal itu dapat dibuktikan dari kasus-kasus yang sekarang telah ditangani pihak Pengadilan Nageri Kota Banjarbaru.
Berdasarkan penelusuran wartawan koranbanjar.net di lapangan, terdapat sejumlah kelompok yang masing-masing telah mengklaim tanah di sekitar wilayah Bandara Syamsuddin Noor. Buntutnya, untuk mendapatkan hak atas tanah mereka, masing-masing pemilik mengajukan gugatan ke Pengadilan Nageri Banjarbaru.
Kuat dugaan, mereka yang bermasalah denga sengketa lahan ini telah dibekingi oleh sejumlah pejabat penting. Ada yang berlatar belakang pengusaha, namun adapula yang berlatar belakang pejabat penting.
“Kami ini hanya masyarakat biasa. Kalau pun kami menuntut ganti rugi tanah kami, ya tidak banyak. Mereka yang memiliki tanah banyak itu biasanya justru dari kalangan pengusaha atau suruhan pejabat,” ungkap satu warga Guntung Damar, Kelurahan Syamsuddin Noor, yang mengaku bernama Syahruddin.
Tidak hanya itu, kabar lain juga menyebutkan, terkait dengan pengadaan tanah uruk untuk pengembangan Bandara Syamsuddin Noor lebih banyak dimonopoli pengusaha yang memiliki modal besar. Sehingga pengusaha-pengusaha kecil hanya bekerja sebagai sub kontraktor dari pengusaha yang besar. Diduga, pengadaan tanah uruk telah dimonopoli oleh seorang pengusaha berskala besar asal Kota Martapura yang memiliki hubungan kuat dengan seorang pejabat di Kota Banjarbaru dan pihak Bandara Saymsuddin Noor.(sir)
]