Puluhan warga Desa Bekambit Kecamatan Pulau Laut Timur Kabupaten Kotabaru, menggelar demonstrasi di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalimantan Selatan di Banjarbaru, Selasa (22/4/2025).
BANJARBARU,koranbanjar.net – Aksi ini respons atas pembatalan 700 Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan transmigrasi Rawa Indah, yang diduga berkaitan dengan aktivitas pertambangan PT Sebuku Sejaka Coal (SSC).
Warga menuntut keadilan atas pembatalan SHM yang mereka anggap cacat prosedur dan merugikan secara ekonomi dan sosial.
Kuasa hukum warga, M. Hafidz Halim dari Kantor Advokat Badrul Ain Sanusi (BASA) menyatakan bahwa lahan transmigrasi yang dikelola warga sudahsejak 1986.
“Pembatalan sertifikat dilakukan tiba-tiba atas permintaan perusahaan, tanpa sosialisasi dan partisipasi warga,” katanya.
Pernyataan ini menggarisbawahi kurangnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Mediasi yang direncanakan antara warga dan PT Sebuku Sejaka Coal gagal terlaksana akibat ketidakhadiran perwakilan perusahaan.
Ketidakhadiran ini semakin memperkuat kecurigaan warga akan adanya upaya untuk mengabaikan hak-hak mereka.
Setelah pembatalan SHM pada tahun 2019, PT SSC memulai aktivitas pertambangan pada tahun 2021, menyebabkan warga kehilangan akses ke lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun.
“Sejak pembatalan pada 2019, PT Sebuku Sejaka Coal mulai menambang di lokasi pada 2021, yang menyebabkan warga kehilangan akses ke lahan yang telah mereka kelola selama puluhan tahun,” ungkapnya.
Pihak kuasa hukum meminta BPN untuk mencabut Surat Keputusan (SK) pembatalan SHM sebelum mediasi selanjutnya dilakukan.
Mereka juga menuntut transparansi dan akuntabilitas dari BPN terkait proses pembatalan SHM.
“Kalau bisa membatalkan SHM, harus berani membatalkan SK pembatalannya. Baru masyarakat bisa bernegosiasi,” sebutnya
Permintaan perhatian dari pemerintah pusat, termasuk Presiden Prabowo Subianto, juga disampaikan mengingat dampak signifikan konflik ini terhadap ribuan warga transmigran.
BPN Kalimantan Selatan menyatakan akan menjadwal ulang mediasi. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari BPN terkait tuntutan warga dan alasan pembatalan SHM.
Ketidakhadiran perwakilan PT Sebuku Sejaka Coal dan kurangnya transparansi dari BPN Kalimantan Selatan menimbulkan kekhawatiran akan berlanjutnya konflik agraria ini dan ketidakpastian hukum bagi warga Desa Bekambit. (maf/dya)