Siapa sangka, surutnya Sungai Amandit saat musim kemarau menghadirkan pemandangan menawan. Batu-batu sungai menyembul memanjang dengan lansekap alam yang permai. Pantai Hinamut, begitulah orang menyebut obyek wisata yang tersembunyi di balik rindangnya kebun karet warga dan hutan bambu di Desa Jelatang Kecamatan Padang Batung, Hulu Sungai Selatan ini.
Muhammad Hidayat, Padang Batung
Lokasinya berada jauh dari jalan aspal, harus melewati jalan setapak yang rindang pepohonan. Menurut penduduk, jalan setapak tersebut dulunya adalah jalanan utama yang digunakan masyarakat, bukan jalan aspal seperti sekarang. Sebab zaman dahulu orang berjalan menyusuri sungai.
Masuk ke lokasi hanya dikenakan biaya penitipan kendaraan roda dua seharga Rp5000 rupiah, selebihnya pengunjung hanya perlu mengeluarkan biaya jika ingin membeli minum atau makanan di warung dadakan milik warga.
Memasuki parkiran sudah ditampilkan pemandangan indah, dengan pagar-pagar terbuat dari bambu dicat warna-warni, serta kursi dari bambu di bawah rindangnya pepohonan yang member kesan alami.
Di lokasi tersebut ditawarkan keindahan aliran sungai Amandit, dengan batu memanjang menyembul di atas air. Disediakan satu gubuk cantik di bibir sungai, dan satu lagi di tengah sungai untuk berteduh, sekaligus spot berfoto yang pastinya instagramable dengan latar sungai serta tulisan ‘Hinamut’ di seberang sungai.
Pengunjung bisa mandi berenang sepuasnya. Jika tidak ingin basah, tersedia pula jasa penyeberangan dengan perahu bambu rakit yang biasa disebut lanting. Cukup membayar Rp1000 rupiah untuk menaikinya, dan bisa menikmati pemandangan dari atasnya sembari berfoto ria.
Seorang pengelola wisata Dedy mengatakan, setiap Sabtu dan Minggu sejak dibuka selalu ramai dikunjungi orang, baik dari daerah sendiri maupun luar. Bahkan Jumat sore sudah mulai banyak pengunjung.
“Jika ditotal, sehari di akhir pekan pengunjung bisa mencapai sekitar tigaratusan orang,” ujar Dedy mengira-ngira dari jumlah pendapatan parkir kendaraan.
Obyek wisata itu sudah tahun kedua dikelola oleh karang taruna Bina Remaja Desa Jelatang. Lahan yang digunakan adalah milik warga yang dipinjamkan.
Menariknya, obyek wisata ini hanya dibuka pada Juli hingga Desember. Sebab jika air sudah kembali pasang, maka batu-batu akan kembali tenggelam, dan keindahan lansekap alamnya menjadi berkurang.
Dedy mengungkapkan, keuntungan wisata yang diambil dari biaya parkir disepakati hasilnya dibagi tiga. Untuk pengelola, pemilik tanah, dan pembangunan tempat ibadah.
Sampai saat ini belum ada yang bisa menjelaskan asal-usul mengapa tempat itu dinamakan Hinamut. Hanya ada cerita kalau zaman dahulu tempat itu menjadi wadah melakukan ritual tertentu. Salah satunya ‘mahilah’, salat tolak bala seluruh penduduk kampung zaman dahulu secara berjamaah di atas batu-batu sungai besar, yang dilakukan setiap Arba Mustamir atau Rabu terakhir di bulan Safar kalender Hijriah.
Yang terkadang menjadi persoalan pengelolaan wisata di sana, bila air sungai keruh akibat pencemaran limbah. Dan ini dikhawatirkan membuat pengunjung kecewa bila sudah terlanjur datang ke sana. Tetapi beruntung, menurut Dedy, saat ini sudah jarang keruh dan setiap akhir pekan tidak pernah keruh lagi.*