Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar

Ombudsman Gunakan Peribahasa Banjar Kritik Keras Pembangunan Dan Pelayanan Publik

Avatar
447
×

Ombudsman Gunakan Peribahasa Banjar Kritik Keras Pembangunan Dan Pelayanan Publik

Sebarkan artikel ini

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Lembaga penyelenggara pengawasan pelayanan publik Ombudsman perwakilan Kalimantan Selatan menilai pelayanan publik dan pembangunan di Kalimantan Selatan mengalami kemunduran bahkan dikatakan stagnan (terhenti).

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman Kalsel, Noorhalis Majid lewat paparanya sebagai narasumber di acara Dialog Informatif Kebangsaan dan Kebijakan Pembangunan Kalimantan Selatan, Rabu(6/11/2019) di gedung RRI Pro I Banjarmasin.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

“Saya ingin menggunakan peribahasa banjar sebagai pisau analisis cara pandang kultural tentang pelayanan publik dan pembangunan,” ungkapnya.

Berdasarkan kajian cepat Ombudsman (RA), pada tahun 2019, ada 30 bangunan terbengkalai, 14 pasar, 7 terminal, 9 bangunan kantor dan lainnya.Kemudian Kebakaran lahan akibat pertambangan dan perkebunan besar.

“Ini istilahnya kada mamak dijarang, diberitahu tidak mau mendengarkan, kesalahan terus berulang, dan tidak belajar dari pengalaman,” ucapnya.

Beralih ke Desa Jajangkit Kabupaten Barito Kuala.Menurut Noorhalis cetak sawah di Jejangkit minus organisasi petani, penghargaan Rekor Muri, even nasional minus kesejahteraan masyarakat, pemberdayaan UMKM, promosi pariwisata (Bandara Internasional) minus pemberdayaan pelaku wisata dan masyarakat sadar wisata.

“Ini yang disebut dalam pepatah orang banjar, tinjau gunungan, dari jauh kelihatan bagus, namun didekati biasa saja, bahkan jelek,” cetusnya.

Selanjutnya, tentang pasar tradisional, dibiarkan bersaing dengan pasar modern, pedagang meninggalkan pasar demi berjualan di kampung-kampung (Pasar Tungging), lebih memilih mendatangi pembeli ketimbang menunggu di pasar, karena tidak ada penataan yang baik terhadap pasar tradisional.

Terjadi problem struktur yang seharusnya memerlukan kehadiran pemerintah, selama ini pemerintah tidak hadir dalam transportasi publik.

“Ini dikatakan sebagai orang yang japai lapasan, bekerja tidak tuntas, sebentar ditangani sebentar dilepas, dibiarkan tidak berlanjut,” tegasnya.

Perubahan pembangunan di Kalsel tidak signifikan, bahkan stagnan, hal ini berdasarkan IPM dan IDI, survei revolusi mental, serta pertumbuhan ekonomi.

Ombudsman Gunakan Peribahasa Banjar Kritik Keras Pembangunan Dan Pelayanan Publik
Ketua DPW JPKP Kalsel, Winardi Sethiono selaku penyelenggara saat wawancara dengan awak media.

“Apakah Kalsel sejahtera? Keadaan seperti ini disebut Guntur Haja, Hujannya kada,” ucapnya.

Kemudian ia menyinggung tipikal pejabat pemerintah yang sering emosional, tidak mau menerima kritikan, bahkan terkadang marah, padahal menurutnya hal itu menyangkut kebijakan, bukan personal.

“Padahal kita hanya mengkritik kebijakannya, bukan personal. mereka yang dikritik tidak bisa membedakan mana kritikan membangun, mana yang ingin menjatuhkan, menurut saya kritikan membangun adalah sebuah masukan positif, dan tidak sepantasnya marah, ini yang disebut talinga rinjingan, mudah tersinggung, panas hati dan dendam,” paparnya.

Terakhir, Noorhalis mengistilahkan tentang sesuatu yang sulit dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan, atau dalam peribahasa banjar “Ngalih membuang batu ka palatar”.

Semestinya pendekatan struktural dilakukan tetapi tidak dilakukan, padahal ini penting untuk melengkapi perubahan bersifat kultural.

Soal penataan terminal taksi pun ia sebut, menurutnya selama penumpang menunggu taksi di luar terminal, jangan berharap penataan terminal tersebut baik.

“Karena tidak ada yang menertibkan taksi yang mangkal di luar terminal tadi, termasuk juga pasar liar yang jarang sekali dilakukan penertiban, nah ini bagian-bagian kebiasaan kita, padahal sangat mudah membuang batu ka palataran, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan, akhirnya menjadi sulit,” pungkasnya.

Sementara Ketua Dewan Pimpinan Wilayah JPKP Kalsel, Winardi Sethiono selaku penyelenggara acara dialog informasi mengatakan diadakannya perbincangan ini agar mendapatkan pemikiran-pemikiran masyarakat terhadap langkah-langkah pembangunan dan pelayanan publik yang sedang berjalan saat ini, menurutnya belum maksimal dirasakan.

“Saat ini pembangunan di Kalsel sangat jauh tertinggal, dibandingkan dengan provinsi lain, contohnya Samarinda, kita jauh tertinggal, kalau dulu Kalsel nomor satu diantara provinsi lainnya khususnya di Kalimantan, sekarang urutannya sangat jauh sekali,” paparnya.

Untuk itu Ia mengajak kepada Pemerintah Daerah berkonsentrasi dan lebih fokus melaksanakan pembangunan.

“Jangan hanya wacana, tidak perlu pelaksanaannya 5 sampai 10 tahun ke depan, kita perlu sesegera mungkin,” tandasnya.(yon)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh