Minta Kejelasan Batas Wilayah, Warga Desa Dayak Pitap dan Mayanau Mengadu ke DPRD Balangan

DPRD Balangan mengadakan RDPU perihal batas wilayah, Senin (20/6/2022) di ruang rapat. (Sumber Foto: vit/koranbanjar.net)

Tapal batas di Kabupaten Balangan masih banyak menjadi sengketa antara wilayah, salah satunya Batas Wilayah Dayak Pitap Kecamatan Awayan dengan Desa Mayanau Kecamatan Tebing Tinggi, akhirnya, warga terpaksa mengadu ke DPRD Balangan untuk mencari solusi permasalahan, Senin (20/6/2022).

BALANGAN, koranbanjar.net – DPRD Balangan fasilitasi Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU) terkait masalah batas wilayah Dayak Pitap Kecamatan Awayan dengan Desa Mayanau Kecamatan Tebing Tinggi pada Senin (20/06/2022) di Ruang Rapat Paripurna DPRD Balangan.

RDPU  yang digelar DPRD Balangan dipimpin Ketua DPRD Balangan Ahsani Fauzan didampingi Wakil Ketua I M.Ifdali dan beberapa orang anggota.

Dalam kesempatan ini Ketua DPRD Balangan, Ahsani Fauzan menyampaikan agenda rapat ,yaitu penyampaian aspirasi batas wilayah Dayak Pitap yang menjadi masalah.

Disampaikannya, adanya permasalah batas desa antara Desa Tundakan Kecamatan Awayan dan Desa Mayanau Kecamatan Tebing Tinggi.

Diterangkannya, rapat ini dilaksanakan untuk mencari solusi agar permasalahan tidak berkembang jauh.

Perwakilan Lembaga Dayak Pitap ,Martin  menjelaskan ada pencaplokan batas desa tentunya akan sangat berpengaruh dengan wilayah Dayak Pitap.

“Kami sangat keberatan dan dari itu kami mengajukan RDPU kepada DPRD Balangan dan meminta penjelasan instansi terkait,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Balangan, Urai Nur Iskandar memaparkan bahwa batas desa sudah diatur dalam peraturan Menteri Kehutanan dan tidak mengurangi wilayah Dayak Pitap apalagi menyangkut hutan lindung.

Dalam RDP ini juga dibahas terkait pembuatan perda terkait tapal batas dan tanah adat dan menanggapi hal itu, Ketua Badan Pembantukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Balangan, Syahbuddin menuturkan, ada 3 tahapan waktu dalam pembentukan Perda.

“Tahapan pertama, Januari sampai April. Kedua, April sampai Agustus. Sementara ketiga Agustus sampai Desember,” ujarnya.

Ia mengharapkan, sebelum tahapan terakhir sudah ada masukan pembentukan Perda agar dalam tahapan pembahasan bisa diparipurnakan.

Direktur Eksekutif WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono berharap adanya Perda pengakuan untuk masyarakat adat.

“Secepatnyalah ada Perda yang menaungi hak bagi masyarakat adat. Dan, saya juga berharap tidak ada jual beli lahan yang menambah runcing permasalahan,” ujarnya.

Ia juga meminta agar tidak adanya peningkatan status hukum kepada masyarakat adat menjadi saksi atau tersangka.

“Semoga dan jangan sampai adanya peningkatan status terhadap tokoh adat, yang awalnya cuma diundang, kemudian naik menjadi saksi atau tersangka. Target kita juga, secepatnya Balangan menjadi leader untuk legalisasi wilayah dan masyarakat adat bagi yang lainnya,” pungkasnya.

Sementara itu, Camat Tebing Tinggi yang wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Awayan juga mempunyai harapan yang selaras dengan Direktur Eksekutif Walhi.

“Adanya pengakuan bagi masyarakat adat Dayak Pitap, dan adanya penetapan batas wilayah yang tetap,” harap Camat Tebing Tinggi.

Kepala Desa Tundakan, Syafi’i pun menginginkan agar permasalahan perbatasan ini dapat diselesaikan dengan baik.

“Diselesaikan dengan cara sebaik-baiknya, agar kita semua dapat  senang dan tenang menerima keputusan itu,” harap kepala Desa Tundakan. (vit/dya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *