BANJARMASIN, KORANBANJAR.NET – Kerusuhan di Banjarmasin yang terjadi pada tanggal 23 Mei 1997, menyisakan luka yang mendalam yang mungkin masih terasa hingga sekarang. Saat itu, Banjarmasin dilanda kerusuhan massal yang kemudian peristiwa disebut sebagai Jum’at Membara atau Jum’at Kelabu. Peristiwa itu juga termasuk salah satu yang terbesar dalam sejarah Orde Baru.
Namun, akibat ketertutupan pemerintah dan tidak adanya laporan yang akurasinya bisa dipercaya penuh mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan pada waktu itu. Sehingga saat dibandingkan dengan skalanya, berita-berita dari pers sangat terbatas dan tidak sebanding dengan fakta di lapangan.
Tanggal 23 Mei 1997 kebetulan jatuh pada hari Jum’at. Pada hari itu berlangsung putaran terakhir masa kampanye pemilu 1997.
Menurut rencana semula, setengah hari kampanye diawali dengan kampanye Simpati berupa pendekatan kepada kalangan bahwa dengan target operasi buruh, tukang ojek dan tukang becak. Kemudian, setengah hari berikutnya usai ibadah Shalat Jumat kampanye akan dilanjutkan dengan panggung hiburan rakyat di Lapangan Kamboja.
Akan tetapi, rencana itu tidak pernah terwujud karena yang terjadi kemudian adalah malapetaka berupa kerusuhan massal.
Menurut saksi yang bernama Iwan Ray (39) yang tinggal di Jalan Kelayan A, Kelurahan Murung Raya, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, asal muasal kerusuhan tersebut adalah adanya isu Partai Golongan Karya (Golkar) rusuh ketika warga melaksanakan ibadah Shalat Jum’at di masjid.
“Dan pada saat itu, ketika melihat rombongan Partai Golkar lewat terjadi pelemparan benda benda ke arah rombongan Golkar. Panggung golkar yang mau menjadi tempat kampanye di Lapangan Kamboja yang rencananya mendatangkan artis-artis pun menjadi hancur akibat menjadi sasaran amukan masa,” ujar Iwan kepada koranbanjar.net, Rabu (23/05).
Selain itu, lanjut Iwan, orang yang menggunakan atribut Golkar pun tak luput dari sasaran masa.
“Ketika saya berdiri di depan Masjid Agung yang berada di Jalan Jati dekat Simpang Empat lampu merah, terlihat asap tebal dari arah kantor Golkar. Kemudian saya dan teman-teman menuju arah sana dan ternyata yang terbakar hanya sebagian kursi dan kemudian merembet ke dalam kantor Golkarnya. kebakaran tersebut tidak hanya terjadi di kantor Golkar melainkan juga di Junjung Buih, Gereja Eben Ezer dan Mitra Plaza serta di jalan-jalan seperti di Jalan A. Yani KM 1 juga terjadi pembakaran sejumlah ban mobil,” imbuhnya.
Setelah ada perintah dari Soeharto kepada Kopassus bahwa jika sampai pukul 22.00 WITA massa tidak bubar maka akan ditembak di tempat. “Lalu, banyak warga yang ketakutan akan tetapi masih ada juga yang menjarah di Mitra Plaza. Banyak penjarah mati akibat kena tembak oleh Kopassus dan ada juga yang mati karena terkurung di dalam Mitra Plaza karena terhirup asap pekat dari kebakaran,” lanjut Iwan.
Syahrani, korban tragedi Jum’at Kelabu yang hingga saat ini tak pernah diketahui dimana keberadaannya
Sementara itu, dikabarkan ada juga orang hilang akibat tragedi Jum’at Kelabu ini. Seperti yang diungkapkan oleh Nana (33), warga Jalan Kelayan A Gang Hj. Siti Aisyah RT 4 Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin.
”Kakak saya yang bernama Syahrani belum pulang kerumah dari kejadian Jum’at Kelabu hingga sekarang. Dia pergi dari rumah bersama teman-temannya sehabis magrib dan sampai sekarang pun belum pulang ke rumah. Kami pun hanya bisa berdoa untuknya, entah kemana dia pergi dan bagaimana keadaannya kami tidak tahu,” tuturnya.
Berita ini bertujuan ingin mengingatkan kembali tentang Tragedi Jum’at Kelabu yang terjadi di ibukota Kalimantan Selatan, yaitu Kota Banjarmasin. Yang dimana pada hari itu ada beberapa anggota keluarga korban yang terlibat dan sampai sekarang belum pulang kerumah
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari tragedi ini dan semoga kejadian ini tak akan pernah terulang kembali.(mj-007/mj-017/mj-team/ana)