BANJARMASIN, koranbanjar.net – Terkait larangan mendaftar tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2019 bagi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI), membuat sebagian masyarakat mengkritik kebijakan tersebut.
Kebijakan Kejagung RI dianggap telah melakukan diskriminasi terhadap peserta CPNS, tentunya juga bertentangan dengan Hak Asasi manusia (HAM).
Asisten Pembinaan Kejati Kalsel, Widagdo kepada koranbanjar.net mengatakan institusi Kejati Kalsel hanya melaksanakan perintah pimpinan, apapun aturan yang dikeluarkan oleh Kejagung RI, secara tegas ia sampaikan harus dilaksanakan.
Lanjut, kata Widagdo, Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) menyampaikan keinginannya agar Institusi Kejaksaan menghargai hak setiap pelamar CPNS, berdasarkan undang-undang 1945 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
“Tetapi dari atasan kami memang begitu ketentuannya, ya bagaimana lagi, toh juga tidak keliatan dan sulit membedakan antara yang punya kelainan seksual, dengan yang normal, palingan yang terlihat saja, seperti gaya bicaranya, jalannya,” jelasnya
“Yang namanya aturan dari Pimpinan, ya harus kita laksanakan, sampai saat ini aturan itu masih diberlakukan oleh Kejagung,” ujarnya saat berada di ruang Asisten Pembinaan Kejati Kalsel Banjarmasin, Rabu(27/11/2019)
Namun pihaknya memberikan kesempatan bagi peserta calon CPNS yang sudah mengikuti tes namun tidak lulus, bisa mengusulkan atau melayangkan surat sanggahan atau bantahan dilengkapi data dan alasan yang lengkap serta jelas apabila menganulir hasil keputusan tersebut.
“Dengan waktu sanggahan yang diberikan kurang lebih satu Minggu,” terangnya.
Dikatakannya, sejak dibukanya pendaftaran CPNS di Kejati Kalsel, hingga sekarang belum menemukan peserta yang terindikasi memiliki kelainan seksual (LGBT).
“Alhamdulillah belum ada sih, sejak dibuka pendaftaran sampai sekarang,” pungkasnya.
Diketahui, Kejagung melarang pelamar LGBT untuk mengikuti CPNS 2019 di Institusi Kejaksaan, bahkan mereka sudah menyiapkan medis dan psikolog yang bertugas mendeteksi pelamar lesbian, gay, biseksual, dan transgender ( LGBT) yang mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil ( CPNS) 2019 di Kejaksaan Agung.
“Kita punya tim medis dan tim psikolog. Nanti untuk urusan itu kita serahkan kepada tim medis dan psikolog kita,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri kepada Kompas.com, Selasa (26/11/2019).
Kepala Pusat Penerangan Kejagung RI, Mukri menjelaskan, ketentuan itu dibuat karena diduga berpotensi mengganggu kinerja calon jaksa tersebut.
Menurutnya, di setiap hari-harinya jaksa bergelut dengan para tahanan, para terpidana, yang notabene berada dalam kekuasaannya. Ketika seorang jaksa mempunyai kelainan, kemungkinan akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Menurut dia, telah ada aturan internal terkait ketentuan larangan LGBT.
Selain itu, Mukri mengatakan, landasan hukum lain yang menjadi acuan adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2019.
“Di bagian lampiran nomor J poin 4 disebutkan bahwa instansi diperbolehkan menambah syarat sesuai karakteristik jabatan,” ungkapnya waktu itu.(yon)