Rencana pemerintah untuk impor beras, dalam memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang ada di Perum Bulog dalam waktu dekat, mendapat tanggapan dari berbagai pihak
JAKARTA, koranbanjar.net – Saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (1/12/2022) Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (PERHIPTANI) Fathan Al Rasyid mengatakan Pemerintah tidak perlu impor beras karena cadangan beras yang ada di masyarakat cukup.
“Tidak perlu impor beras, karena sebenarnya barangnya (gabah) ada di tangan petani, yang perlu dilakukan adalah gerakan penyerapan gabah dari petani,” ujar Fathan
Tidak perlu emosional, papar dia, dalam menghadapi isu ini, cadangan beras di masyarakat cukup, petani dalam rangka ketahanan pangan keluarga punya stok, pedagang pengecer juga punya stok, begitupun penggilingan.
“Sedangkan di Bulog itu kan cuma 5%,” imbuh Fathan
Bulog mungkin kesulitan karena tidak punya pasukan (personil) di tingkat lapangan untuk proses penyerapan gabahnya, dan yang punya adalah Menteri (Kementan), Penyuluh dan kita punya koperasi.
“DPP Perhiptani sekarang sudah punya koperasi yang salah satu tujuannya adalah untuk membantu pemerintah dalam mencukupi cadangan nasional dan juga untuk komersial,” lanjutnya.
Jadi kesimpulannya kata dia, kita tidak perlu Impor, yang perlu dipikirkan itu bagaimana kita menjadi negara pengekspor beras selain mencukupi kebutuhan pangan sendiri, kita sebenarnya sudah cukup, sekarang bagaimana memikirkan kita bisa ekspor.
“Tidak usah buka hutan untuk lahan baru, kalau mau menanam padi di pinggir sungai (sawah terapung) hitung saja berapa banyak kita punya sungai yang bisa dimanfaatkan,” tandas Fathan
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ketua Forum Komunikasi (FK) Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S), Andi Burhan Badurahman.
“Tidak perlu Impor beras, walaupun cadangan beras di Bulog menipis, namun cadangan beras di masyarakat masih banyak,” ujar Andi
Tambah Andi, solusinya agar tidak impor adalah dengan menerapkan pertanian presisi dan regeneratif perlu diterapkan.
Tanggapan juga datang dari Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor.
Dalam keterangan tertulisnya Yadi Sofyan Noor mengatakan, Bulog bisa memenuhi gudangnya sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan
“Jika mau membeli Gabah Kering Giling alias GKG atau beras petani dengan harga pasar,” kata Yadi Sofyan Noor.
Dari pantauan di lapangan saat ini, Yadi Sofyan Noor mengatakan, rata rata harga beras di penggilingan sebesar Rp10.300/kg, sementara harga yang ditetapkan Bulog masih diangka Rp9.700/kg.
Harga di penggilingan ditentukan oleh harga gabah di lapangan, rata rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sudah mencapai harga Rp 5.800/kg.
“Kita sudah sepakat untuk memakai satu sumber data yakni data BPS. Dan data BPS mencatat bahwa produksi beras tahun 2022 mengalami kenaikan. BPS menghitung berdasarkan data dari produksi gabah atau beras secara nasional,” ujar Yadi Sofyan Noor.
Menurut data luas panen dan produksi padi yang dirilis BPS pada Oktober 2022, total luas panen padi 2022 diperkirakan mencapai 10,61 juta hektar atau naik 1,87 persen dari 2021.
Dari luas panen tersebut, diperkirakan total produksi padi mencapai 55,67 juta ton gabah, meningkat 2,31 persen dari 2021.
“Jika dikonversi, produksi beras diproyeksi mencapai 32,07 juta ton, meningkat 2,29 persen dari produksi tahun lalu. Jadi tidak ada alasan untuk impor beras karena stok dari panen 2022 mencukupi,” cetusnya.
Menurut Yadi, kenaikan harga BBM memicu secara berantai kenaikan sarana produksi untuk budidaya tanaman padi.
Jadi wajar saja jika kemudian harga gabah ataupun beras ikut naik karena petani harus menutupi biaya produksinya.
“Ini saatnya pemerintah membuktikan kepeduliannya kepada petani, melalui BULOG untuk membeli produksi padi petani dengan harga yang ekonomis, meskipun kita sama sama mengetahui harga beras impor lebih murah,” katanya.
Masalah pangan adalah masalah kedaulatan bangsa. Ada semacam ketidakadilan bagi petani padi pada saat BBM naik.
Petani ingin menjual padinya dengan harga wajar untuk menutupi biaya produksi namun selalu dibayang-bayangi oleh impor beras.
“Kita juga tidak bisa mengatakan kepada petani, kalau tidak untung menanam padi kenapa tidak menanam komoditi lain yang menguntungkan,” sebutnya.
Ditambahkan, sebagian petani masih melakukan kegiatan panen di sentra-sentra produksi padi mulai di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, sampai di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
“Sebagian lagi sudah tahap tanam dan masih ada yang tahap pengolahan tanah untuk tanam bulan Desember ini,” tandas Yadi Sofyan Noor. (Tim Ekspos SMK PP Negeri Banjarbaru/dya)