KOTABARU – Pahitnya hidup yang dirasakan seseorang tidak mutlak menjadi penghalang untuk sukses. Justru kelemahan dan kekurangan itu yang menjadi motivasi bagi seeseorang untuk maju. Hal itu setidaknya dirasakan Petrus Saputra, anak Desa Sengayam, Kecamatan Pamukan Barat, Kotabaru, kelahiran 27 Juni 1997.
Putra tunggal Adwinsih ini sangat gigih memperjuangkan hidupnya, mulai hidup di bawah garis kemiskinan hingga kini menjadi seorang pengusaha muda yang patut dicontoh. Salah satu tekadnya adalah membahagiakan kedua orangtua dan membangun desa tempat kelahirannya. Untuk menuju kesuksesan itu, tidak sedikit cerita yang dialaminya hingga meneteskan air mata. Seperti apa ceritanya, berikut hasil wawancara wartawan koranbanjar.net, Muhammad Ari Fitriannor.
Meski masa anak-anak Petrus tinggal di desa terpelosok di wilayah Kotabaru, namun keinginannya untuk maju terus berkobar. Hal itulah yang membuat dirinya berjuang untuk tetap bisa bersekolah mulai SD, SMP hingga sekarang tercatat menjadi seorang mahasiswa di STIEPAN Banjarbaru.
“Dulu waktu masih sekolah SD di SDN 3 Sengayam Kotabaru, tidak jarang saya harus menumpang tranportasi truk untuk menuju ke sekolah. Karena waktu itu dia belum memilki kendaraan, begitu pula orangtuanya,” ungkap Petrus memulai pembicaraan.
Sebelum mendapat tumpangan, dia harus berjalan melewati sebuah jembatan kecil yang dilewati dengan resiko tinggi. “Jembatan itu cukup panjang, di bawahnya sungai. Hanya tali yang terikat di tepi jembatan yang bisa dipegang, untuk menyisir jembatan agar sampai di seberang. Jadi resiko menyeberang jembatan itu tinggi sekali,” ujarnya mulai bercerita.
Lulus dari SD, dia melanjutkan SMP di Pamukan Barat, kemudian lulus SMP, Petrus melanjutkan sekolah ke SMA Battle di Kota Banjarbaru. Pasalnya di desanya belum ada SMA.
“Setelah lulus SMA, sekitar berumur 19 tahun, saya langsung bekerja membantu memenuhi kebutuhan orangtua. Waktu itu saya berjualan pisang. Saya mengambil pisang dari kampung di Kotabaru, kemudian dijual ke Pasar Martapura dan Banjarbaru,” ujarnya.
Ditanya tentang semangat kerjanya, Petrus mengaku sangat prihatin dengan kondisi ekonomi keluarganya. Bahkan kalau tidur, dari dalam rumah, dia bisa melihat langsung ke langit.
“Saya berasal dari keluarga tidak mampu, bahkan kalau lagi rebahan di dalam rumah, atap rumah bisa tembus melihat langit,” ceritanya dengan derai air mata.
Masih banyak cerita perjalanan hidup seorang Petrus, pengusaha muda asal pelosok yang kini meraih sukses. Bagaimana cerita berikut, ikuti tulisan bersambungnya. (bersambung/adv/maf)