FEATURES, koranbanjar.net – Kurang lebih, tiga tahun telah berjalan. Aspiannor (31), seorang peternak itik petelur di Desa Amparaya, Kecamatan Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) berhasil mempertahankan usahanya.
Laporan Jurnalis koranbanjar.net, NUHA, Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Tahun ini, pandemi Covid-19 melanda berbagai sektor. Termasuk, sektor peternakan yang ia jalankan pun ikut terdampak. Pria ini merasa kewalahan, menutupi biaya pakan. Sebab, harga telur sempat anjlok saat awal pandemi.
“Awal Maret lalu, harga telur itik di pasaran sempat mengalami penurunan harga atau anjlok hingga kisaran Rp 1.500,” ungkap Aspiannor, kepada koranbanjar.net.
Ia memiliki sekitar 700 itik petelur, dengan tiga kandang. Sedangkan pakan untuk hewan ternaknya ini, dia menghabiskan satu karung berisi 50 kilogram setiap hari.
Beberapa peternak lain di wilayah HSS, banyak yang menyerah dan beralih ke usaha lain. Usaha yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding beternak itik petelur.
Berbeda hal, dengan Aspiannor. Ia memilih tetap menjalankan usahanya itu. Kini, akhirnya harga telur di pasaran kembali normal secara berangsur-angsur.
“Alhamdulillah, sekarang kembali stabil. Saat ini, harga telur Rp 2 ribu,” bebernya.
Itik petelurnya ini, mampu menghasilkan 450 hingga 500 telur setiap hari. Telur di pasarkan ke berbagai wilayah, seperti Barabai, Banjarbaru, dan Martapura.
“Telur itik dari wilayah HSS, sangat terkenal di berbagai daerah. Karena memiliki ciri khas,” tutupnya. (ykw)