Di sisi lain, Putri mengungkapkan, segala kebutuhan penunjang tugas mereka menangani pasien terindikasi Covid-19 di ruang isolasi rumah sakit sampai saat ini belum terpenuhi.
“Saya berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan kami. Meski ruang isolasi mulai dilengkapi dan dibenahi, APD (alat pelindung diri) kami terbatas, dan vitamin masih diberikan bertahap. Harusnya diserahkan utuh supaya kesehatan kami sebagai petugas dapat lebih terjaga,” ungkapnya.
Menurut Putri, segala kebutuhan tersebut harus dapat segera terpenuhi mengingat shift atau jadwal pergantian tugas mereka sangat intens.
“Kami satu tim hanya delapan orang. Jadwal dinas atau tugasnya pagi, sore, malam. Jadi misalnya saya tadi habis jaga malam, lusa pagi jaga lagi. Artinya hari ini saja saya bisa istiriahat. Jelas kondisi kami belum tentu fit dengan shift yang padat seperti itu,” tuturnya.
Hal lain yang menyayat hati Putri, ternyata sejumlah temannya menganggap tim penanganan pasien terindikasi Covid-19 di Marabahan merupakan “tumbal”.
“Kami bukan tumbal! Sangat disayangkan jika ada teman sejawat menyebut kami sebagai tumbal,” ungkapnya.
Tentu saja hal itu menjadi kekecawaan tersendiri bagi Putri dan rekan setimnya yang lain.
“Harusnya justru mereka bisa mendukung kami. Bukan malah menyebut kami sebagai tumbal. Masyarakat juga, tolong dukung kami. Kami sudah rela berjuang, setidaknya masyarakat juga mau membantu. Karantina bukan aib, jadi laporkan saja kondisi saat datang dari luar kota. Jangan ditutupi. Ini demi kebaikan bersama,” ujar perempuan yang sudah menjadi bidan 10 tahun itu.
Saat ini, Putri hanya bisa membulatkan semangat dan tekad bergabung dalam tim penanganan pasien terindikasi Covid-19 di Marabahan. Perempuan berusia 32 tahun itu berpikir, setiap pasien yang ia tangani adalah keluarga atau kawannya sendiri.
Baca juga: Kasus Corona di Kalsel Meningkat, 3 Warga Batola Dinyatakan Positif
“Jadi dengan pikiran seperti itu saya tidak mungkin menelantarkan pasien. Karena saya sadar, meski saya menolak bergabung di tim, virus corona juga tidak berhenti merebak di masyarakat. Dengan pemikiran itu. Sekarang saya ikhlaskan bertugas menangani pasien terindikasi Covid-19. Konsikuensi yang harus saya terima harus rela terpisah dengan anak dan keluarga,” ujarnya. (*)
Baca bagian pertama: Kisah Haru Seorang Bidan Tangani Pasien Covid-19; Saya Hanya Bisa Menangis
Kisah ini didekasikan kepada seluruh petugas kesehatan yang menangani pasien Covid-19.