Kekerasan, Kerusuhan Terburuk di Afrika Selatan, 70 Orang Dilaporkan Tewas

Seorang tentara berjalan sambil memeriksa kerusakan di mal Jabulani yang dijarah massa, saat pemerintah Afrika Selatan mengerahkan militer untuk mengatasi kerusuhan terkait dengan pemenjaraan mantan Presiden Jacob Zuma, di Soweto, Afsel, 13 Juli 2021. (Foto: REUTERS)
Seorang tentara berjalan sambil memeriksa kerusakan di mal Jabulani yang dijarah massa, saat pemerintah Afrika Selatan mengerahkan militer untuk mengatasi kerusuhan terkait dengan pemenjaraan mantan Presiden Jacob Zuma, di Soweto, Afsel, 13 Juli 2021. (Foto: REUTERS)

Kerusuhan dan penjarahan di Afrika Selatan, Rabu (14/7/2021) terus berlanjut, meningkatkan jumlah korban tewas lebih dari 70 orang, karena pengunjuk rasa yang membangkang, mengabaikan imbauan pemerintah untuk mengakhiri kekerasan.

Kerusuhan dipicu pekan lalu, ketika mantan presiden Jacob Zuma mulai menjalani hukuman penjara 15 bulan karena menghina pengadilan setelah ia tidak menghadiri sidang untuk menjawab pertanyaan tentang tuduhan korupsi.

Protes atas penangkapan Zuma dengan cepat berkembang menjadi kerusuhan sipil massal, yang terburuk di negara itu dalam beberapa tahun.

Penjarah terus merusak pusat perbelanjaan, gerai ritel lainnya, dan bisnis di provinsi Gauteng, yang mencakup kota terbesar di negara itu, Johannesburg. Pasukan keamanan tampaknya tidak mampu mencegah penjarahan, yang juga berlanjut di provinsi asal Zuma, KwaZulu-Natal dan menurut polisi, menyebar semalam ke provinsi Mpumalanga dan Northern Cape.

Di kota pesisir Durban, barisan panjang mobil tampak di luar gudang yang penuh dengan peralatan rumah tangga, makanan, dan barang-barang lainnya. Salah satu gudang terbakar, tetapi penjarah terus berdatangan.

Pemimpin oposisi Aliansi Demokrat, John Steenhuisen, berkunjung ke Durban untuk meninjau situasi.

“Cukup mengerikan melihat kehancuran tersebut, benar-benar hancur,” katanya. “Juga keputusasaan, banyak komunitas di sini yang merasa benar-benar ditinggalkan oleh dinas keamanan, dan dibiarkan berjuang sendiri. Mayat tergeletak di jalan. Ini jelas situasi yang tidak terkendali; situasinya tidak akan membaik.”

Rektor Free State University, Bonang Mohale juga berpandangan serupa.

“Sungguh memilukan melihat orang-orang dengan santai berjalan membawa troli kosong; Ketika mereka kembali, membawa troli seukuran rumah berlantai tiga ke mobil yang diparkir, seolah-olah ini adalah belanja rutin Minggu sore,” katanya. “Orang-orang membawa lemari es di kepala mereka; sapi di pundak mereka. Layar datar, di mana-mana!”

Mohale mengatakan daerah itu sekarang menerima akibat, karena partai Kongres Nasional Afrika yang berkuasa terus melindungi para pemimpin yang korup dan tidak kompeten.(voa)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *