Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
BanjarReligi

IBU BUANG BAYI, INI MENURUT PSIKOLOG

Avatar
1337
×

IBU BUANG BAYI, INI MENURUT PSIKOLOG

Sebarkan artikel ini

BANJARBARU – Maraknya kasus pembuangan bayi yang terjadi akhir-akhir ini membuat sebuah tanda tanya, betapa berkurangnya sisi keibuan seorang wanita yang tega membuang anak yang telah ia kandung dan ia lahirkan sendiri. Betapa bobroknya moral mereka yang tega meletakkan begitu saja bayi mungil tak berdosa. Bagaimana sisi psikologis orang yang tega membuang bayinya sendiri ?

Menurut psikolog klinis Saulia Safitri, M.Psi (25) yang ditemui wartawan koranbanjar.net, Kamis (26/10) di tempat praktiknya, dia mengatakan banyak faktor yang menyebabkan seseorang tega membuang bayinya.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

“Sebenarnya dari sisi psikologis lebih ke perasaan, hamil itu sendiri adalah peristiwa emosional yang luar biasa, kalau perempuan dikasih hamil itu kan pasti suasana emosinya macam-macam, kalau pada orang yang menginginkan mungkin bahagia, haru dan sukacita yang luar biasa.

Tapi bagi orang yang tidak menginginkan mungkin bisa jadi muncul perasaan cemas, takut, merasa bersalah dan merasa berdosa. Kadang beberapa ketidaksiapan si ibu untuk hamil itu bukan hanya karena faktor negatif, seperti kehamilan di luar nikah, tapi bisa juga karena kehamilan yang tidak diinginkan karena sang orang tua belum menginginkan adanya seorang bayi untuk saat ini,” ujarnya

Ditambahkan lagi, orang yang tega membuang bayinya bukan semata-mata karena faktor ekonomi, misal tak sanggup membiayai bayinya hingga tumbuh dewasa, tapi ada juga faktor lain yang bisa mempengaruhi.

“Kalau menurut saya pribadi, melihatnya bukan semata-mata karena faktor ekonomi. Kalau faktor ekonomi bisa jadi bayi yang ia lahirkan bisa dijual dan dapat uang, tapi lebih dominan kepada faktor social. Karena faktor ini sosial ini yang memegang peranan penting, dalam hal ini adalah lingkungan.

Bikin viral adalah dari lingkungan sosial, ketika memang penyebabnya adalah kehamilan di luar nikah, kasus perselingkuhan, pergaulan bebas, pemerkosaan dan lain-lain, ini lebih ke faktor sosialnya ‘kan yang mereka khawatirkan,” ungkap dia.

Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana nanti tanggapan orang kalau hamil tapi nggak ada suaminya, takut dan cemas apa nanti kata orang tentang anak ini, dan lain sebagainya. Itulah yang lebih mereka khawatirkan. Dan orang seperti ini berfikirnya ini adalah dosa yang saya bawa, dengan membuang anak ini perasaan berdosa, cemas dan rasa bersalah itu hilang.

“Padahal sebenarnya enggak, malahan dia akan terus terbayang-bayang gimana nasib anaknya nanti. Tapi hal itu akan berbeda dengan perempuan yang tidak mempunyai jiwa keibuan, padahal bagaimanapun kita sebagai perempuan pasti punya jiwa keibuannya kan? Lalu bagaimana seseorang itu telah kehilangan jiwa keibuannya, ini yang saya khawatirkan,” jelasnya.

“Ke depan, kita akan kehilangan seorang teladan, dalam Al-Qur’an saja disebutkan ibumu.. ibumu.. ibumu.. baru ayahmu.. jadi bagaimana jika seorang ibu saja tega membuang anaknya sendiri,” ujarnya lagi.

Pendampingan dan pemuliham kondisi psikologi sangat perlu dilakukan untuk orang-orang yang tega membuang bayinya sendiri. Agar nanti tak terulang lagi kejadian seperti ini.

“Orang seperti ini  sebenernya harus didampingi, karena perempuan yang sedang hamil itu harus didampingi mulai dari hamil, melahirkan sampai mengasuh sang bayi. Pendampingan sangat perlu dilakukan, maksud dari pendampingan ini ada pendampingan secara fisik ada di sisi sang ibu, pun juga pendampingan secara psikis yaitu adanya dukungan dan semangat terutama dari orang-orang terdekat.

Seperti yang saya bilang tadi, pengaruh sosial itu sangat penting. Kadang lingkungan sosial itulah yang membunuh kita secara perlahan. Makanya orang-orang seperti itu sangat perlu dibina,”tambahnya.

Berkaca dari pengalamannya, saat bertugas di sebuah puskesmas sewaktu menjadi mahasiswa di Yogyakarta, dia membagiakan sedikit kisah yang mungkin akan mejadi masukan serta harapan bagi pemerintah ke depan.

“Dulu kan saya praktik di puskesmas daerah Yogyakarta, jadi jika para caten (calon penganten) yang datang ke puskesmas, jika ada yang sudah hamil duluan sebelum menikah, itu memang perlu pendampingan psikologis terus menerus, supaya tidak ada kemungkinan untuk menggugurkan kandungannya, cemas, takut dan lain-lain, kan ibu hamil yang hamilnya nggak di luar nikah aja perlu dikuatkan, apalagi yang syok karena hamil di luar nikah, kan bahaya tuh.

Itu yang saya salutnya dari pemerintahan di sana, mereka tuh berpikirnya sudah sampai sejauh itu.Caten aja mereka harus konsultasi psikolog, kalau disini kan mau caten ya caten aja. Mudahan harapan ke depan daerah kita pun bisa seperti itu,” pungkasnya.(ana)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh