Komunitas Perahu Kata Kabupaten Barito Kuala menggelar bedah buku novel HANA, karya Yudianti Kuniko penulis keturunan Dayak Bakumpaai – Jepang.
BATOLA, koranbanjar.net – Bedah buku novel yang digelar, Sabtu (15/2/2025) di Kafe Palidangan Marabahan ini, dihadiri Sekdakab Batola Zulkipli Yadi Noor. Lelaki yang suka membaca itu sangat mengapresiasi kegiatan ini.
“Saya sangat mengapresiasi dan menyambut baik kegiatan ini,” ucap Zulkipli.
Bedah novel HANA ini sendiri sangat menarik. Banyak penonton yang penasaran. Apalagi novel ini sendiri merupakan cerita nyata.
HANA sendiri menceritakan kisah hidup dari ibu si penulis, orang Jepang yang berjuang hidup di Indonesia.
“Novel HANA ini sangat emosional,” ujar Yudianti Kuniko.
Wanita kelahiran Jakarta, 23 November 1970 ini menceritakan proses pembuatan novel berlangsung lumayan lama. Sekitar 4 tahun lamanya.
“90 persen dari kisah nyata, dan 10 persen fiksi untuk membuatnya menarik,” ujarnya.
Keturunan Dayak Bakumpaai dan Jepang ini mengungkapkan dalam kurun waktu 4 tahun penulisan novel, sempat terhenti. Tepatnya pada tahun 2021. Sang adik meninggal karena Covid-19. Hingga akhirnya rampung pada tahun 2024.
“Terdiri dari 33 bab dan 260 halaman, novel ini sangat berkesan. Terutama di bab 2 tentang kematian ibu saya. Itu benar-benar nyata,” jelasnya.
Yudianti Kuniko mengatakan HANA ini menceritakan tentang ibunya. Wanita Jepang yang bernama Yunako Takada. Kenapa menjadi HANA? dirinya mengatakan Hana dalam bahasa Jepang berarti Bunga, dan ibunya sangat suka bunga.
Kenapa harus membaca HANA?
Ini kisah ibu saya, jawab Yudianti Kuniko.
Terus apa yang membuatnya menarik dan wajib di baca?
Yudianti Kuniko mengatakan HANA bukan hanya sekedar ibu, namun wanita Jepang yang sangat luar biasa. Luar biasa kuat. Menikah dengan orang Marabahan dan dibawa ke Indonesia dan hidup di negeri orang. Tentunya dengan berbagai tantangan. Seperti cintanya yang gagal, pernikahan yang gagal. Dia tetap kuat.
“Ini bercerita tentang kekuatan. Bagaimana orang Jepang survive di Indonesia. Dan ada juga unsur budaya Jepang,” ujarnya.
Sementara itu untuk cerita di tanah air terkhusus Marabahan, Barito Kuala, Yudianti mengatakan hanya ada 1-2 bab saja. Ini dikarenakan sang ayah hanya sekitar 4 tahun menjalani kehidupan bersama sang ibu.
“Ayah saya Kasuma Yuda yang merupakan penuntut Kabupaten Batola meninggal setelah 4 tahun bersama ibu. Jadi belum ada cerita tentang Bakumpaai atau Batola,” ungkapnya.
Berkaitan dengan sang ayah yang juga merupakan pelaku sejarah di Batola, Yudianti berencana untuk membuat novel keduanya. Kali ini tentang ayahnya, Kasuma Yuda. Orang Marabahan atau Dayak Bakumpaai yang bisa mempersunting wanita Jepang hingga membawanya ke Indonesia.
(max/rth)