Forum Kota (FORKOT) Banjarmasin (FKB) menggelar diskusi tentang berbagai problematika dan nasib ke depan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Banjarmasin.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Dipandu Cecep sebagai moderator, acara yang dilaksanakan di Cafe Tian Pasang Dalam, Banua Anyar, Banjarmasin menghadirkan para pemantik Hadin Muhjad (Ketua Senat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin), Fahrianoor (Akademisi FISIP ULM), dan Syahrial Sidiiq (Akademisi FEB ULM).
“UMKM semakin besar skala usahanya, maka tanggung jawabnya juga semakin besar dan kompleks, terumata berbicara dalam hal perlindungan konsumen,” ujar Syahrial Sidiq pemantik pertama mengawali paparannya dihadapan kurang lebih 30 pengusaha UMKM yang hadir, Selasa (13/5/2025).
Lanjut Syahrial, diperlukan sinergitas dan kolaborasi antara pelaku UMKM, stakeholder dan pemerintah selaku regulator untuk meningkatkan kualitas produk UMKM.
Adapun Hadin Muhjad, selaku pakar Hukum ULM memaparkan, bahwa berbagai persyaratan-persyaratan yang ditetapkan pemerintah sebenarnya untuk kepentingan para UMKM itu sendiri selaku produsen dan kepentingan masyarakat luas selaku konsumen.
“Sehingga masyarakat perlu percaya produk yang mereka beli itu aman, itulah pentingnya ada aturan,” ujar Hadin Muhjad yang bergelar Profesor ini.
Jadi, katanya, memang perlu ada hukum yang bersifat preventif dan represif. Dirinya juga menyinggung terkait Aparat Penegak Hukum (APH).
Menurutnya, jika ada bukti dan temuan, memang mereka harus mengusut. Karena pembinaan UMKM itu sebenarnya tanggung jawab pemerintah, sedangkan APH tidak bisa melakukan pembinaan.
Adapun dalam konteks kepastian hukum, APH jika melakukan kekeliruan itu bisa dilakukan praperadilan. Menurutnya, jika APH itu tiba-tiba melepas orang yang terduga, akan ada kemungkinan masyarakat menduga/menuding kepolisian lah yang “bermain”
“Itulah realita masyarakat kita saat ini. Suka atau tidak suka ya seperti itu,” ucapnya.
Selanjutnya, Fahriannor menguraikan tentang Demokrasi Ekonomi di Indonesia memang memberikan kebebasan berusaha, namun dibalik kebebasan itu juga ada regulasi yang mengatur pelaku usaha.
Selain itu, sambungnya, produsen/pelaku usaha itu membangun kepercayaan konsumen, karena kalau tidak ada kepercayaan, diyakini perekonomian UMKM tidak akan jalan.
“Sehingga penting kiranya melihat pelaku UMKM taat asas dan regulasi,” katanya.
Bagi Fahrianoor, pelaku UMKM itu haruslah memenuhi asas yang disebut ASUH (Aman, Sehat, Utuh/hadir dalam memberikan kepastian produk dan kehalalannya).
Selain pelaku UMKM yang taat regulasi, perlunya juga konsumen di Banua yang kritis. Dikatakan Fahri, Jangan hanya terjebak pada sesuatu yang viral saja, lalu berbondong-bondong datang, tapi tidak memahami dan kritis terhadap kualitas produk tersebut.
Dengan cara ini, imbuhnya, akan mendorong mekanisme kontrol terhadap suatu produk UMKM, yang tidak hanya melibatkan dinas, BPOM, namun juga perlu ada kontrol internal.
“Sehingga kasus Mama Khas Banjar itu dalam perspektif komunikasi tidak seharusnya terjadi, jika pelaku usaha memenuhi segala standar produk dan aturan yang berlaku,” terangnya sembari menyinggung kasus Mama Khas Banjar.
“Intinya, konsumen yang cerdas juga turut menentukan keberlangsungan UMKM,” sambungnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Banjarmasin, Ichrom Muftezar atau akrab dipanggil Tezar ini mengingatkan bahwa kasus yang terjadi di Banjarbaru jangan sampai terjadi di Banjarmasin.
Pihaknya juga selama ini telah mendatangi 13 toko oleh-oleh dan terus memonitor 185 produk yang telah mereka data. Dia menegaskan bahwa perlindungan terhadap konsumen sangat diprioritaskan, sehingga kalau produk UMKM masuk toko oleh-oleh di Kota Banjarmasin harus ada expired date-nya.
“Saat produk masuk ke toko oleh-oleh, filter pertama terhadap produk sebenarnya ada di pemilik toko itu sendiri,” kata Tezar.
Selain itu, juga diperlukan pengembangan sumber daya manusia untuk mendorong sustainable competitive advantage agar produk lebih inovatif. Salah satunya mencantumkan 8 item di produk kemasan, diantaranya informasi nama brand, expired, jenis produk dan lain-lain.
Melanjutkan statementnya, Tezar juga berujar bahwa apa yang terjadi di kasus Banjarbaru, dan terkait temuan barang expired date di beberapa toko oleh-oleh di Kota Banjarmasin.
“Maka kami menegaskan bahwa pemerintah harus hadir dengan berbagai upaya baik secara pembinaan dan evaluasi secara berkala,” tandasnya.
Peserta undangan yang hadir, di antaranya dari UMKM binaan Dekranasda Kota Banjarmasin, Paguyuban UMKM Menara Pandang, UMKM binaan Disperindag Kota Banjarmasin, UMKM binaan Bank Indonesia, dan UMKM mandiri (non paguyuban).
Tak hanya itu, beberapa tokoh akademisi juga turut menyimak diskusi malam itu, di antaranya Ahmad Yunani, Dekan FE ULM dan Uhaib As’ad selaku akademisi dari Uniska Banjarmasin.
Kalangan pengacara seperti Budjino dan tokoh masyarakat yang tergabung dalam beberapa forum, seperti Forum Kota Banjarmasin dan Forum Batang Banyu.
Kemudian undangan yang dilayangkan kepada forum masyarakat sipil lainnya, seperti Forum Ambin Demokrasi. Namun, belum sempat berhadir
Diskusi berlangsung selama 3 jam dengan suasana hangat dan penuh kekeluargaan. (yon/bay)