BANJARMASIN,KORANBANJAR.NET – Pembagian royalti dari hasil pertambangan secara umum, teorinya pembagian untuk daerah penghasil tambang sebesar 80 persen, sedangkan untuk pemerintah pusat sebesar 20 persen. Namun dalam praktiknya, pembagian royalti tidaklah demikian. Hal ini membuat anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Kalimantan Selatan harus angkat bicara.
Sebagai upaya perbaikan kebijakan bagi hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah, Badan Anggaran DPRD Provinsi Kalimantan Selatan pun mengadakan konsultasi sekaligus memberikan masukan.
Sebagaimana diatur dalam UU No 33 tahun 2004, tentang perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terkait pembagian pendapatan negara dari sektor pertambangan umum, terutama batubara diatur 80 persen untuk daerah dan 20 persen untuk pusat. Namun faktanya, faktanya tidaklah demikian.
“Dari hasil produksi atau penjualan batubara di daerah sebesar 13,5 persen. Dari 13,5 persen itu, pemerintah pusat langsung menarik 8,5 persen tanpa dibagi ke daerah. Selanjutnya sisa 5 persen itu disebut pemerintah pusat sebagai royalti. Akan tetapi dari 5 persen, pemerintah pusat menarik 20 persen, sedangkan daerah 80 persen (4 persen dari 13,5 persen). Ini artinya pemerintah pusat memperoleh 8,5 persen tambah 1 persen, total 9,5 persen, sedangkan daerah cuma memperoleh 4 persen. Kita menginginkan 80 persen dari 13,5 persen, bukan dari yang 5 persen,” jelasnya, Senin, 17 Desember 2018, pukul 14.00 wita.
Masih menurut Surinto, ilustrasi sederhana, ibarat bagi-bagi daging ayam, dada dan pahanya diambil dulu oleh pemerintah pusat, sehingga untuk daerah tinggal sayap, ceker dan kepala. Kemudian sayap, ceker dan kepala itu dibagi lagi dengan formulasi 80 : 20 persen. “Dari 13,5 persen, daerah hanya dapat 4 persen, sedangkan pusat mengambil 9,5 persen,” ujarnya.
Surinto menginginkan kebijakan bagi hasil ini harus diubah, karena amanat 80 : 20 persen itu adalah pernyataan Undang-undang , namun Keputusan Presiden (Kepres) terkait teknis pembagian di mana lebih banyak yang tidak dibagihasilkan harus segera direvisi.
“Kita sedih Kalsel adalah penghasil 1/3 batubara nasional, kita turut menerangi Jawa hingga Bali, namun IPM kita hanya diposisi 22 dari 34 propinsi, kita tidak ingin menjadi lilin, kekayaan kita dikeruk terus-menerus, namun akhirnya hanya hancur meleleh,” pungkas Surinto.(al/sir)