Dua kontraktor ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Banjarmasin.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Informasi ini disampaikan Kasi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) dalam gelar perkara terkait perkembangan kasus tersebut di ruangan Intelijen Kejari Banjarmasin, Selasa, (10/10/2023).
Kasi Pidsus Arri HD Wokas mengungkapkan, salah satu tersangka berinisial RMA kontraktor tahun 2019, saat ini sedang mendekam di rutan/Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Kota Makasar Sulawesi Selatan.
“Ternyata juga tersandung perkara korupsi namun korupsi apa kita tidak tahu itu,” kata Arri.
Untuk itu Kejari Banjarmasin meminta kepada pihak Rutan Makasar agar dapat memindahkan RMA ke Rutan Banjarmasin.
Adapun tersangka kedua, HS kontraktor tahun 2021, saat ini ditahan di Lapas Kelas I Banjarmasin selama 20 hari.
Ditanya apakah ada keterlibatan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Arri Wokas biasa dirinya dipanggil didampingi Kasi Intelijen (Kasi Intel), Dimas Purnama Putera mengatakan,” kita belum sampai kesana,” jawabnya singkat.
Tak hanya itu, Arri Wokas juga enggan menyebut berapa nilai kerugian negara karena masih dalam proses perhitungan, walau ia berkata sudah ada gambarannya.
“Namun mohon maaf belum bisa saya ekspos harus menunggu persetujuan pimpinan lembaga,” alasannya.
Lebih dalam ia memaparkan, mulai dari pekerjaan awal pembangunan gedung laboratorium dan dan pelayanan publik BPOM Banjarmasin di Kota Banjarbaru ini dilakukan secara bertahap.
Pekerjaan awal tanun 2018. Kemudian 2020 terhenti akibat terjadi Covid – 19 melanda. Berlanjut tahun 2021, 2022 dan terakhir 2023.
“Penyelesaian pembangunan terakhir pada tahun ini (2023),” terangnya.
Setiap tahun kontraktornya pun berbeda-beda karena bukan tahun jamak tetapi berdasarkan anggaran yang tersedia, kemudian dilakukanlah pembangunan secara bertahap.
Mengenai nilai kontrak, Arri menyebut untuk tahun 2019 sebesar 19 miliar rupiah dan tahun 2021 sekitar 11 miliar rupiah lebih.
“Jadi kedua tersangka diduga melakukan pengurangan volume pekerjaan,” ungkapnya.
Atas perbuatan kedua tersangka, Kejari Banjarmasin mengenakan beberapa pasal yaitu Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 55 KUHP.
“Pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 itu undang – undang tindak pidana korupsi (tipikor),” terangnya.
Penyidikan terhadap kasus ini kata Arri prosesnya cukup panjang, dimana Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banjarmasin, Indah Laila mengeluarkan surat perintah penyidikan pada taggal 2 Januari 2023.
“Dan pada saat itu juga kita langsung bersurat ke BPK,” katanya.
Ada beberapa kendala sehingga proses penyidikan kasus ini cukup lama, diantaranya tersangka RMA sedang berada di rutan berstatus sebagai Narapidana.
“Kita kesulitan melacak keberadaan tersangka karena narapidana itu kan tidak boleh bawa handphone,” ungkapnya.
Selain itu banyak melakukan pemeriksaan di luar daerah, dan menghadirkan saksi ahli. Perkara ini pun sebenarnya laporan pengaduannya ada di Kejaksaan Agung.
“Jadi proses perkara ini bukan segampang yang kita pikirkan, apalagi keterbatasan anggaran,” tandasnya.
(yon/rth)