Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Headline

Cerita Pilu Juwiyah di Balik Topeng Badutnya

Avatar
820
×

Cerita Pilu Juwiyah di Balik Topeng Badutnya

Sebarkan artikel ini
Juwiyah dengan badutnya. (foto: koranbanjar.net)
Juwiyah dengan badutnya. (foto: koranbanjar.net)

Hujan baru saja pergi, waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 Wita sore. Juwiyah (50) bersama cucu kesayangannya, Andra yang masih berusia tiga tahun pergi ke Indomaret yang berlokasi di Trikora samping Masjid Agung Al Munawarah Kota Banjarbaru, Kalsel, Selasa (28/12/21).

BANJARBARU, Retno

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Juwiyah diantar anak perempuannya yang juga adalah ibu dari Andra dengan menggunakan motor bebek yang sudah tua. Ibu Andra juga bekerja sebagai badut di Indomaret yang berlokasi di depan rumah sakit Idaman Trikora.

Wanita bertubuh sedikit berisi dengan kulit sawo matang ini biasa duduk bersandar di tiang lampu dengan kostum badut kodok berwarna hijau. Kostum itu dibuat di tukang jahit dengan bermodalkan uang Rp500 ribu.

Sementara kepala badutnya terbuat dari galon seharga Rp15.000. Ia mengaku seringkali merasa kepanasan dengan kostum badut itu, namun apa boleh buat ia terpaksa menahan gerah demi melakukan pekerjaan ini, agar anak, cucu dan dirinya sendiri bisa makan.

Juwiyah tinggal di rumah sendiri yang berlokasi di Guntung Harapan, tepatnya di belakang kandang ayam. Ia adalah ibu dari enam anak dan nenek dari tiga cucu. Dua anaknya belum berkeluarga. Anaknya yang paling kecil masih berusia 12 tahun dan mengalami cacat akibat saat kecil pernah mengalami kejang-kejang. Sementara satu anaknya sedang berada di balik jeruji besi.

Suami Tak Mau Menafkahi Lagi

Sang suami tak lagi menafkahinya selama empat tahun ini. Ia mengaku masih satu atap dengan suami, namun suami tak lagi menafkahinya secara lahir dan batin. Suaminya hanya menafkahi anak-anaknya yang masih sekolah.

Juwiyah tak pernah meminta, ia membiarkan suaminya melakukan apapun yang disuka. Sebelum nya ia dan suami membangun sebuah toko sembako, namun sekarang toko tersebut telah diambil alih suaminya. Ia hanya boleh meminta beberapa barang saat diperlukan, seperti sabun atau minyak.

Selain bekerja sebagai badut di depan Indomaret, setiap Jum’at Juwiyah juga pernah ke pasar Bauntung Banjarbaru untuk meminta-minta. Terkadang pula ia pergi ke Masjid Agung barulah sorenya ia menjelma sebagai badut lagi. Jika hujan tiba ia terpaksa berteduh di depan Indomaret, beruntung ia tak pernah diusir selama ini.

Pendapatan pun tidak bisa diatur olehnya, terkadang ia tak menerima uang melainkan sembako dari beberapa orang. Ia tetap bersyukur dan berterimakasih serta mendoakan orang-orang yang telah menyisihkan uang untuk membantunya.

Terkadang dalam satu hari ia bisa mendapat uang Rp50.000 atau lebih dari itu. Kemudian ia gunakan untuk memberi makan anak cucunya dan juga membeli bensin seharga Rp10.000.

Ia adalah sosok badut yang ceria, tak memasang wajah sendu atau pun terkesan meminta-minta. Jika ada anak kecil yang lewat ia akan segera memasang topengnya dan melambaikan tangan. Meski terkadang ia diabaikan. Usianya sudah tua, kakinya tak sanggup berdiri lama. Terkadang cucunya yang menegurnya untuk duduk saja.

“Tergantung capek atau tidaknya. Kalau tapasan (cucian) banyak kada membadut. Kadang cucu yang ajakin membadut, nek ayo kita membadut,” ceritanya.

Juwiyah dengan badutnya. (foto: koranbanjar.net)
Juwiyah dengan badutnya. (foto: koranbanjar.net)

Anak Kecil Itu Bukan Pancingan

Seringkali orang mengira kalau Andra adalah anaknya. Beberapa orang pula bertanya apa tidak apa-apa Andra dibawa bekerja seperti itu. Juwiyah bercerita bahwa Andra sendirilah yang menginginkan untuk ikut bersamanya. Andra bukanlah pancingan agar orang berbelas kasihan kepadanya, murni karena Andra ingin ikut dengannya.

Sudah setengah tahun ini Andra ditinggalkan Ayahnya tanpa alasan yang jelas. Andra menolak untuk ikut ayahnya yang kini tinggal di Banjarmasin. Sementara sang Ibu juga menjadi badut demi menafkahinya.

Andra tak pernah rewel dan tidak menangis pula kata Juwiyah. Andra juga tak pernah meminta jajan padanya. Selain mengasuh Andra, ia juga mengasuh cucunya yang masih balita jika saat berada di rumah.

Wanita seusia dirinya semestinya hanya perlu menikmati masa tua di rumah dan sesekali bermain dengan cucu. Nyatanya menjalani hidup tak semudah menulis karangan di buku. Ia tak pernah meminta jalan kehidupan seperti ini.

Ia sedih saat melihat kondisi anak-anaknya berakhir sama sepertinya. Menjadi badut dan ditelantarkan suami. Setiap hari terpapar debu yang berasal dari truk, menahan panas di balik kostum badut, meminta-minta belas kasihan orang di pasar, menunggu anaknya keluar dari penjara, dan tak lagi dinafkahi suaminya.(koranbanjar.net)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh