BANJARBARU – Diantara padatnya arus kendaraan yang berlalu lalang di jalan Jendral Ahmad Yani KM 33, terlihat seorang laki-laki memakai kaos oblong yang sobek dibagian bahu kirinya nya menelusuri jalan sembari menuntun sepeda tuanya yang bertuliskan Servis Kompor Gas, Tambal Ban Sepeda.
Laki-laki yang berperawakan tinggi dan kurus terlihat belum terlalu tua, dia berjalan dengan lunglai ditengah hiruk pikuk jalan raya. Saya pun memanggilnya dan mengajaknya mengobrol sebentar di bawah rimbunnya pohon yang teduh saat matahari bersinar dengan teriknya.
Namanya Zulfan Hidayat, berusia 39 tahun, dia mengaku berasal dari Sumatera tanpa mau menyebut dari Sumatera bagian mana. Dia seperti menyimpan luka begitu dalam yang sangat sulit untuk dia utarakan.
“Saya sudah mulai bulan dua tahun kemarin disini (Februari 2017). Saya tinggal di rumah kosong di belakang masjid, kebetulan diperbolehkan jadi saya tempati rumah itu,” ujarnya.
Ia berkata dalam sehari sekitar satu atau dua yang mempercayakan dirinya untuk menyervis kompor gas. Dengan jam kerja yang tidak pasti, ia berangkat setiap hari berkeliling Kota Banjarbaru, berharap mendapat beberapa rupiah.
Begitu saya menanyakan tentang keluarga, raut mukanya bertambah memelas dan lagi-lagi ia enggan menceritakan tentang keluarganya.
“Wah, kalau diceritakan banyak nggak nyambungnya. Ya, pokoknya yang jelas saya merantau kesini dan tinggal disini sendiri,” ujarnya.
Belajar menyervis kompor gas pun ia belajar secara otodidak, berawal dari kompor kepunyaannya di Sumatera dulu yang sering terkena banjir dan rusak, jadilah ia berinisiatif untuk memperbaikinya sendiri.
“Saya kan minatnya ada dipertukangan terus kebetulan saya pelajarin dan setelah itu saya pikir wah daripada gimana-gimana yang ada ajalah keterampilannya yang saya pakai. Dari sedikit keterampilan dan ini jalan rezekinya,” jelasnya.
Selain berupa uang tunai, ia juga menerima pemberian dari orang berupa barang atau makanan. Tetapi lagi-lagi ia tak mau menyebutkan berapa pendapatannya perhari dan berapa tarif sekali ia diperlukan jasanya. Ia hanya menyebutkan asal bisa untuk menyambung hidup.
Ia tak mau memaksa badannya untuk seharian bekerja. Jika telah mendapat sedikit rezeki, ia kembali ke rumah dan menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
“Untuk masalah menyervis itu kan ada standar dari perusahaan dan pertokoan, jadi saya ini kalau ada yang mau aja. Kalau diminta buat membersihkan kompor ya saya mau juga,” jelasnya lagi.
Ditanya harapan kedepannya, ia menjawab bisa bersekolah atau kursus sehingga bisa lebih fokus dengan apa yang ia kerjakan.
“Masalah keuntungan saya kira bisa jadi nomor sekian yang penting tetap mengharap pekerjaan dari Tuhan. Satu sisi begini, saat orang dalam posisi yang senang lalu meliat orang susah tentu ia akan membantu orang lain kan. Itu sederhananya aja, jadi intinya kembangkanlah potensi yang ada didalam diri,” ujarnya
Pria yang hanya tamat SD ini mempunyai jiwa yang tegar dan sangat bijak, jika dilihat dari cara bicara dan tutur katanya. Asanya tinggi meskipun ia sulit menggapainya. Kemudian, saya berpamitan dan menyilakan beliau melanjutkan perjalanan.(ana)