BANJARBARU, koranbanjar.net – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan (Walhi Kalsel) mengatakan, selain cuaca ekstrem nyatanya banjir tak lepas akibat dari degradasi lingkungan.
“Rusaknya ekosistem alami di daerah hulu, berfungsi sebagai area tangkapan air atau catchment area menyebabkan kelebihan air di daerah hilir. Sehingga, berujung pada banjir. Dan ini sudah sering saya sampaikan, Kalsel ini darurat ruang dan darurat bencana ekologis,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono kepada koranbanjar.net saat dihubungi, Jumat (3/1/2020), melalui whatsapp.
Menurut laporan Walhi, di Kalsel terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara.
“Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi. Dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen di antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit,” ungkap pria, yang akrab disapa Kis.
Senada dengan Kis, Kepala Pelaksana BPBD Kalsel Wahyuddin membenarkan hal tersebut.
“Pembukaan lahan, memang sangat berpengaruh terhadap banjir. Bukan hanya kepentingan tambang, seperti perkebunan itu juga berpengaruh terhadap ekosistem daerah resapan air. Sehingga daerah yang terbuka ini, harusnya diantisipasi dengan biopori atau embung,” jelas pria yang akrab disapa Ujud itu.
Ia menjelaskan, jika nantinya ada hujan yang terjadi selama berjam-jam. Air bisa ditampung ke sana (biopori atau embung), tidak langsung meluncur ke jalan dan permukiman.
“Air yang turun bisa mengancam terjadinya banjir bandang, akibat dari air yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi baik itu resapan maupun lainnya,” tuturnya.
Daerah (Tapin) itu juga pengaruh (tambang). Karena lokasinya tidak ada biopori atau embung, dan bisa mengancam korban di sekitarnya.
“Pembukaan tambang seharusnya dibuat embung atau daerah resapan air. Bahkan, lebih baik lagi langsung dilakukan reboisasi,” bebernya.
Selain itu diakuinya, beberapa daerah yang mengalami banjir kemarin sudah kering hingga hari ini. Meskipun ada beberapa daerah, yang sungai debit airnya meningkat.
“Khususnya sungai Martapura, Kamis (2/1/2020) sore, meningkat hingga satu meter tetapi sudah surut. Sampah yang di sungai bukan dibuang secara sengaja, tetapi ketika hujan lebat membawa sampah turun mulai dari got. Adapun yang berasal dari tambak atau empang, sehingga sampah limpas. Begitu pula dengan daerah aliran sungai yang bermuara ke Martapura yakni dari Meratus dan danau,” imbuhnya.
Dirinya mengimbau, kepada masyarakat diharapkan membersihkan lingkungan. Barang elektronik jangan ditaruh di bawah, karena tetap harus waspada. Jika ada genangan air segera lapor ke petugas setempat, agar segera cepat diatasi.
“Call center informasi 112, atau pada frekuensi radio kami. Pastinya, BPBD Kalsel sudah siap jika nanti ada banjir dan masyarakat membutuhkan bantuan. Terutama, dalam hal sandang pangan,” terangnya.
Karena Pemprov Kalsel statusnya sudah siaga darurat, lanjutnya, maka mereka siap selalu kapan pun. Seperti dapur umum, mobil air bersih, dan mobil komunikasi operasional evakuasi. (ykw/dya)