Tak Berkategori  

Baayun Maulud  Diikuti Bayi sampai Nenek

BANJARBARU – Berbagai upacara adat dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, salah satunya adalah dengan ritual baayun. Selain di Kota Rantau Kabupaten Tapin, tradisi baayun yang konon adalah budaya dayak Banjar ini juga dilakukan di Banjarbaru.

Bertempat di Museum Lambung Mangkurat Kota Banjarbaru, ratusan masyarakat dari berbagai daerah dan kalangan membanjiri halaman museum, Kamis (7/12) atau 18 Rabiul Awal 1439 H lalu.

Event Baayun Maulud bertemakan Menapak Jejak Ketauladanan Nabi, Menyiapkan Generasi yang Maju dan Mandiri ini merupakan kali ke 18 yang diadakan Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru.

Dalam upacara Baayun Maulud ini tidak hanya dari anak-anak dan bayi saja yang baayun, namun juga dari orang dewasa sampai yang sudah jompo pun tidak ingin ketinggalan.

Hj Hamdiah, nenek berumur 70 ini mengaku ingin kembali baayun guna mengambil barokah dari shalawat yang dilantunkan.

“Selain memeriahkan bulan maulid, juga ada keinginan hati ingin ikut baayun, karena sejak umur 40 hari juga baayun dan terakhir ikut baayun tahun 2005 di Rantau. Semoga tahun depat bisa mengikuti lagi” ujar nenek asal Telok Selong Martapura ini.

Upacara baayun ditempatkan di samping kiri dan kanan Museum. Terdapat puluhan ayunan yang bergantung yang terdiri dari kain sarung wanita (tapih bahalai) yang pada ujungnya diikat dengan tali. Selain itu banyak terdapat hiasan-hiasan pada ayunan tersebut, seperti dengan januh kelapa, kembang dan lain-lain. Adapun tengah, tepat di teras museum dilaksanakannya pembacaan Maulidurrasul serta syair-syair yang diiringin tebuhan terbang.

Banyak orang tua yang membawa anaknya untuk baayun. Salah satunya dari H Muhammad Adi Yusuf (39) yang datang bersama anak isterinya untuk mengayun anak yang diketahui masih berumur 10 bulan.

Menurut Yusuf, dengan berkah orang-orang yang membaca maulid Nabi diharapkan anak yang diayun ini menjadi anak yang saleh.

“Acara baayun maulud ini gabungan antara syiar islam dan budaya banjar. Dulu sebelum masuknya Islam sudah ada tradisi baayun ini, namun ketika Islam masuk, budaya baayun ini dimasukkan sebagai media syiar agama,” kata Yusuf.

Dengan acara Baayun Maulud ini, diharapkan anak-anak dapat meneladani Rasullah sejak dini dan dewasanya memiliki budi pekerti yang baik.

Senada dengan Yusuf, Kepala Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru, Akhmadi Soufyan. “Ini adalah tradisi. Kebaikan-kebaikan yang dari Nabi kita ikuti. Jadi kita mengambil semacam pemaknaan, bahwa alangkah baiknya bayi yang  sebelum tumbuh dewasa, benar-benar kita sakralkan secara religi dengan harapan bisa menjadi anak yang baik, berbakti kepada orang tua, berguna bagi bangsa dan negara,” ungkap Akhmadi.

Dibeberkan, event Baayun Maulud ini merupakan kali ke 18 yang dilaksanakan oleh Museum Lambung Mangkurat. Sedangkan pesertanya kurangf lebih 160 orang dari berbagai daerah termasuk provinsi Kalteng dan Kalbar.

Terkait dengan budaya Baayun dalam maulid, menurutnya tradisi itu harus dilestarikan. “Kalau lestari Itu tujuan utama, tapi jangan salah, kalimat lestari itu tidak stagnan. Orangnya dibina, kegiatannya ditingkatkan, jadi intensitas frekuensinya jalan terus. Jadi jangan sampai mengartikan lestari itu hanya sekadar mengadakan even saja,” kata Akhmadi.

Kepala Museum Balanga, Palangkaraya, Betsy W Damis yang datang bersama rombongannya memenuhi undangan Baayun Maulud mengatakan, tradisi serupa Baayun disebut dengan Tuyang namun hanya terdapat di Kabupaten Waringin Barat dan Timur.

“Yang menarik dari baayun ini adalah mengingatkan kepada agama. Jadi upacara ini tepat momennya mengingatkan umat di hari maulid. Kalau di hari lain mungkin kurang pas,” tuturnya. (dra)