TAPIN – Tradisi Baayun Maulid di Kabupaten Tapin yang berlangsung setiap bulan Robiul Awal tak hanya diramaikan para bayi, tetapi turut diikuti orang dewasa. Mereka ikut diayun dengan dengan ayunan khusus untuk orang dewasa.
Ayunan berbahankan sarung yang lebar, biasa disebut warga setempat dalam bahasa Banjar adalah tapih bahalai. Sarung yang digunakan tiga lapis, bukan tanpa alasan, ketiga kain tersebut ternyata memiliki nilai yang sangat kental dalam agama Islam.
Kain lapis pertama bermakna tasawwuf, kain lapis kedua bermakna hakikat dan untuk lapis yang ketiga adalah ma’rifat Intinya setiap warga yang anaknya di ayun dalam ayunan tersebut di harapkan bisa mempelajari ilmu tasawwuf, bisa menerapkan hakikat dan bisa bermakrifat.
Bukan cuma itu di setiap ayunan yang dipakai untuk acara baayun maulid selalu dihiasi berbagai hiasan yang tentunya bukan sekadar hiasan semata, namun sarat dengan makna.
Seperti yang di jelaskan seorang Budayawan Tapin, Ibnu Mas’ud. Menurutnya, salah satu hiasan yang menyertai ayunan di namai LIPAN LAKI dan LIPAN BINI, dimana dalam kepercayaan suku dayak, kedua simbol tersebut bermakna sebagai gambaran orang Banjar yang jika terdesak akan mengalah, tapi jika disakiti dia akan melawan.
Bukan cuma itu, di sebuah ayunan juga terdapat rantai gelang yang terbuat dari daun kelapa yang dianyam. Tentunya juga memiliki makna tersendiri.
“Jika rantai gelang, itu maknanya siapapun yang ada di Banua Halat, dari manapun asalnya, maka akan di anggap sebagai saudara” ujar Ibnu.
Selain itu Ibnu Mas’ud juga mengatakan, di sebuah ayunan juga terdapat tiga lembar kerudung yang di anyam, atas orang Banjar hal itu di namai PAGAR TIGARUN, yang bermakna sebagai pembatas untuk anak agar tidak terjerumus ke dalam hal yang jauh dari ajaran agama Islam.
Selain itu dia juga mengaskan setiap bagian yang terdapat di sebuah ayunan untuk baayun maulid, selalu bermakna yang sangat kental nilai islami. (sai/ana)