Henti jantung di luar rumah sakit adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Out-of-hospital cardiac arrest atau OHCA memberikan beban penyakit yang signifikan secara global (Choi et al., 2021).
NURHAYATI, Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
ANGKA kejadian henti jantung di luar rumah sakit mencapai 360.000 kejadian setiap tahunnya. Berdasarkan data Yankes Kemenkes OHCA merupakan 15 % dari penyebab kematian (Kemenkes, 2022).
Penanganan henti jantung di luar rumah sakit yang diberikan secara cepat dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien OHCA.
Penanganan henti jantung diluar rumah sakit atau OHCA selama ini diberikan resusitasi jantung paru (CPR) oleh indiviu awam dan hanya 2 % yang menerapkan defibrilator external otomatis (AED).
Berdasarkan rekomendasi AHA 2020 bahwa penanganan henti jantung harus diberikan defibrilasi segera agar meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien OHCA.
Kejadian OHCA dengan waktu yang cepat dan mengejutkan kemungkinan bertahan hidup berkurang 10 % setiap menit tanpa defibrilasi (Schierbeck et al., 2022).
Saat ini defibrilator external otomatis (AED) sudah disediakan melalui program public acces defibrilasi (PAD) pada beberapa tempat-tempat umum.
Public acces defibrilasi (PAD) membantu seseorang yang melihat kejadian henti jantung untuk memberikan defibrilasi segera sebelum petugas medis datang, tetapi program PAD memiliki keterbatasan saat kejadian OHCA terjadi pada rumah pribadi atau tidak pada tempat umum (Lim et al., 2022).
Pengoptimalan penggunaan AED dalam program PAD untuk penanganan henti jantung dirumah pribadi dapat dilakukan dengan cara meningkatkan waktu pengiriman dan peningkatan AED pada lokasi terjadinya OHCA.
Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu dengan mengirimkan AED menggunakan drone, pengiriman dan penggunaan AED melalui drone diharapkan dapat meningkatkan laju aplikasi AED dan menggurangi waktu defibrilasi.(Lim et al., 2022)
Drone merupakan pesawat kecil yang dapat dioperasikan dari jarak jauh tanpa awak manusia.
Perkembangan tehnologi drone telah meningkatkan kemampuannya dan memperluas penggunaannya dari bidang militer ke bidang lainnya.
Penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau drone untuk mengirimkan perangkat medis yang menyelamatkan nyawa tersebut karena AED menjadi bidang minat yang berkembang selama beberapa tahun terakhir ini. (Schierbeck et al., 2022).
Drone dapat membantu orang yang menolong pasien OHCA untuk memberikan defibrilasi segera sebelum petugas medis datang dan meminimalkan waktu penolong untuk mencari lokasi PAD.
Pengiriman AED menggunakan drone sangat membantu dalam penangan OHCA sealma ini, tetapi perlu dikaji kembali peran drone AED dalam peristiwa OHCA yang terjadi pada lkasi yang jauh dari akses PAD.
Hasil penelusuran dari beberapa artikel yang telah dilakukan penelitian menyatakan bahwa pengiriman AED menggunakan drone pada lokasi OHCA khususnya pada daerah terpencil atau jauh dari akses umum dapat membantu mempercepat waktu respon dan mengurangi waktu difibrilasi untuk meningkatkan hasil OHCA.
Hal ini sesuai dengan penelitian Jesicca K et al tentang pengiriman AED melalui drone pada lokasi simulasi henti jantung, penelitian Jesicca menyatakan bahwa beberapa penolong bisa terus melakukan resusitasi jantung paru selama pengiriman AED oleh drone (Zègre-Hemsey et al., 2020).
Sehingga korban dapat terus mendapatkan resusitasi jantung paru dan penolong tidak perlu menghentikan RJP saat mencari drone.
Penelitian Jan Bauer dijerman juga menjelaskan hal positif tentang penggunaan AED yang dikirimkan menggunakan unmanned aerial vehicle (UAV) berupa drone dapat mengurangi biaya yang dihitung dengan rasio keuangan untuk kebutuhan tambahan dibandingkan dengan EMS yang saat ini digunakan.(Bauer et al., 2021).
Hal ini didukung dengan penelitian Maria et al yang menyatakan bahwa pengiriman AED menggunakan drone dengan tipe tertentu dapat mengurangi waktu pengiriman dan defibrilasi dibandingkan mengirimkan sistem EMS selama ini.(Mermiri et al., 2020).
Dalam penelitian Maria menjelaskan ada beberapa kekurangan dalam penggunaan drone seperti setiap negara mempunyai kebijakan masing-masing dalam penggunaan drone, perlunya pengalaman operator drone dan biaya merancang dan memodifikasi drone yang dapat membawa AED masih tinggi (Mermiri et al., 2020).
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Schierbeck menggunakan analisisi geografi (GIS) mendapat hasil bahwa pengiriman AED menggunakan drone menghemat waktu 8 menit dibandingkan dengan waktu respon ambulance untuk menuju daerah pasien OHCA yang padat penduduk (Schierbeck et al., 2021).
Negara Inggris mempunyai standar bahwa penanganan pasien OHCA harus diberikan defibrilasi pertama kurang dari 8 menit untuk peluang bertahan hidup pasien OHCA, sedangkan ambulance datang bisa mencapai 15-20 menit ke lokasi OHCA.
Maka pengiriman AED dengan menggunakan drone dapat menghemat waktu dan meningkatkan peluang hidup pada pasien OHCA (Schierbeck et al., 2021).
Kendala dalam penelitian yang di lakukan Schierbeck yaitu batasan zona penerbangan untuk unnammed aireal vehicle (UAV) berupa drone perlu disepakati dengan pihak pemerintah.
Berdasarkan hasil analisis beberapa artikel dapatkan kesimpulan bahwa AED drone efektif dalam mengirimkan AED ada kasus Out-Of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) yang terjadi pada daerah terpencil atau jauh dari lokasi umum.
AED yang dikirimkan dengan sistem Unnamed Aerial Vehicle (UAV) menggunaan drone dapat mengurangi waktu pemberian defibrilasi segera sebelum petugas kesehatan datang, sehingga keberhasilan dalam penanganan OHCA dan peluang kehidupan lebih tinggi, pengiriman AED dengan drone juga dapat menghemat biaya yang diperlukan untuk mengirimkan ambulance EMS.
Tetapi ada beberapa kendala yang idapat dari beberapa artikel bahwa pengiriman AED membutuhkan ijin penerbangan dari pemerintah, perancangan drone untuk AED harus yang sesuai, dan pada cuaca buruk pengiriman AED dengan drone dapat terhambat.
Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk memberikan solusi pengiriman drone AED pada saat cuaca ekstrim. **