Opini  

Ancaman PHK Massal

Ilustrasi Unjuk rasa tolak PHK. (Foto: Antaranews)
Ilustrasi Unjuk rasa tolak PHK. (Foto: Antaranews)

Opini ditulis oleh : Salma, S.Pd

—————–

Belakangan, Pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi di pabrik sepatu dan tekstil dalam negeri.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo). Firman Bakri mengungkapkan, sejak Juli 2022 industri sepatu di Tanah Air terus mengalami penurunan order ekspor. (cnbcindonesia.com)

“Intinya mereka sudah tak terima gaji lagi. Ada yang tadinya kontrak nggak diperpanjang. Di industri kami sebagian besar sifatnya PHK,” tutur Firman.

Di sisi lain, Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB). Sariat Arifia mengungkapkan bahwa mulai ada penurunan kapasitas produksi dan berimbas pada pemangkasan karyawan.

“Dari segi jumlah tenaga kerja, walau pabrik masih buka. Namun, kapasitas karyawan sudah di bawah 50% masa-masa sebelumnya,” kata Sariat.

Selain menurunkan kapasitas produksi, sejumlah perusahaan yang tidak mampu lagi bertahan juga sudah menutup pabrik. Data PPTPJB mencatat setidaknya ada 18 pabrik garmen yang sudah tutup di Jawa Barat.

Nasib serupa melanda sektor TPT nasional. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). “Sudah banyak anggota API yang melakukan pengurangan waktu kerja. Dari tujuh hari setiap minggu menjadi lima hari dalam seminggunya,” ungkap JemmyKartiwa Sastraatmadja.

Hal ini terjadi karena efek kondisi global, seperti perang Rusia-Ukraina yang telah menghantam industri Tekstil dan Produk tekstil (TPT).

Kondisi tersebut telah melemahkan permintaan ekspor dan membuat para pelaku industri TPT terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 64.000 lebih pekerja yang berasal 124 perusahaan.

Untuk itu, mereka meminta pemerintah untuk dapat melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor. Jika kondisi tidak membaik, jumlah PHK akan terus bertambah.

Rapuhnya Sistem Ekonomi Kapitalis

Jika diamati, PHK massal selalu diambil perusahaan sebagai solusi ketika kondisi global sedang tidak stabil. Maka, PHK massal yang terjadi ini telah menggambarkan betapa rapuhnya sistem ekonomi kapitalis.

Selain rentan krisis, sistem kapitalisme juga menyebabkan pekerja bernasib malang.Bagaimana tidak?
Kapitalisme memandang pekerja sebagai salah satu bagian dari biaya produksi. Sementara produksi kapitalisme harus menekan biaya dari beban produksi hingga seminimum mungkin. Alhasil, PHK akan selalu jadi solusi wajar yang diambil pengusaha demi menyelamatkan perusahaannya.

Bahkan saat ini, solusi tersebut lebih dimudahkan lagi dengan diberlakukannya UU Omnibus Law.
Memproiritaskan TKA Cina Dibanding Rakyat Sendiri

Di tengah-tengah kemalangan rakyat Indonesia yang terkena PHK massal, negara justru memiliki kebijakan yang berbeda untuk TKA dari Cina. Para pekerja dari Cina tersebut bebas masuk karena dijamin oleh UU Omnibus Law.

Padahal TKA yang bekerja di negeri ini, bukanlah TKA yang punya high skills. Kebanyakan dari mereka adalah buruh kasar, yang sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan mereka itu bisa dikerjakan oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Sungguh miris sekali. Negara justru memberi jalan yang mudah kepada TKA, sementara rakyat sendiri diPHK.

Inilah buah kebijakan penguasa oligarki. Kapitalisme telah terbukti berkali-kali gagal dalam menjamin dan melindungi hak-hak pekerja.

Hal ini dikarenakan asas kapitalisme yang bertumpu pada modal. Sehingga siapa pun pihak yang memiliki modal, mereka bisa meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Sekalipun itu mengabaikan hak orang lain.

Solusi Paripurna Islam

Sementara dalam sistem Islam, terdapat berbagai mekanisme yang dapat menjamin pekerja hidup sejahtera. Mekanisme itu pun sudah terbukti berhasil ketika diterapkan selama 1300 tahun lamanya.
Upah pekerja pada zaman itu tidak dikaitkan dengan harga barang yang dihasilkan.

Sebab hal tersebut dapat menyebabkan keluarnya pekerja jika barang di pasaran terjadi kemerosotan secara keseluruhan.

Konsep ini akan membawa keuntungan dari kedua belah pihak, sekaligus mencegah kezaliman yang dilakukan pengusaha terhadap pekerja dan sebaliknya.

Alhasil, jika aturan Islam diterapkan di tengah-tengah umat, tak perlu lagi ada persoalan PHK sewenang-wenang terhadap buruh dengan alasan efisiensi produksi atau yang lainnya.

Wallahu a’lam bi ash shawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *