Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Headline

Diduga Lahan Sengketa Desa Mali-mali dan Sungai Arfat Diperjualbelikan, Kabid Pemdes Terkesan “Arogan”

Avatar
1335
×

Diduga Lahan Sengketa Desa Mali-mali dan Sungai Arfat Diperjualbelikan, Kabid Pemdes Terkesan “Arogan”

Sebarkan artikel ini
Pihak terkait saat melakukan pengukuran tapal batas. (foto: ist)
Pihak terkait saat melakukan pengukuran tapal batas. (foto: ist)

Dugaan sengketa tapal batas antara Desa Sungai Arfat dan Desa Mali-mali di lahan eks HGU PTPN 13 Danau Salak di daerah Gunung Ulin, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar terus bergulir. Ironisnya, diduga pula lahan yang masih berstatus quo di lokasi tersebut telah diperjualbelikan oleh oknum tertentu. Sementara Kabid Pemerintahan Desa dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Muhammad Hafiz Anshari saat memberikan konfirmasi menunjukkan sikap yang terkesan arogan.

BANJAR, koranbanjar.net – Diduga tapal batas antara Desa Sungai Arfat dan Desa Mali-mali, Kecamatan Karang Intan, masih sengketa atau berstatus quo. Namun demikian, meski berstatus quo, diduga pula ada sejumlah pihak yang memperjualbelikan sebagian lahan tersebut ke pihak lain.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Dugaan terjadinya transaksi atas lahan yang berstatus quo itu sekarang menimbulkan reaksi dari aparat Desa Mali-mali, Kecamatan Karang Intan.

Aparat Desa Mali-mali melalui Kuasa Hukumnya, Badrul Ain Sanusi Al Afif kepada koranbanjar.net, (23/10/2024) menyampaikan, pihaknya menerima laporan dari aparat Desa Mali-mali bahwa, lahan yang diduga masih sengketa di perbatasan Desa Sungai Arfat dan Desa Mali-mali, kini sebagian besar telah diperjualbelikan oknum tertentu kepada pihak lain dengan harga yang relatif murah.

“Kami menghendaki status lahan di perbatasan dua desa itu diperjelas dulu. Sebetulnya lahan itu milik siapa sih? Dan yang berhak menerbitkan surat kepemilikan atas tanah itu, apakah desa Mali-mali atau Desa Sungai Arfat? Sementara ini kami menduga ada pihak-pihak yang telah memperjualbelikan lahan tersebut. Kalau tanah itu diperjualbelikan, sedangkan letak wilayah belum jelas, khawatirnya memicu keributan kedua belah pihak,” ungkap Badrul Ain Sanusi Al Afif.

Pihaknya juga mendapatkan laporan, sebelum ini sudah ada mediasi kedua belah pihak yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, namun masih belum menemukan kesepakatan. Dalam proses mediasi, pihaknya menduga pihak DPMD juga terkesan bersikap arogan.

“Apapun alasannya, kami mendengar, bahwa dalam proses mediasi, Kabid Pemerintahan Desa Dinas PMD pernah mengusir salah seorang Kaur dari Desa Mali-mali untuk keluar dari forum mediasi. Mestinya tidak perlu bersikap seperti demikian, tetapi lakukan mediasi dengan cara yang bijaksana. Masak, pelayan masyarakat bersikap seperti itu,” tegasnya.

Badrul juga menambahkan, kalau seandainya Dinas PMD tidak bersikap netral, pihaknya akan menempuh cara lain. Antara lain, sekarang pihaknya sudah berkoordinasi dengan Komisi I DPRD Banjar untuk meminta agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan mengundang pihak-pihak terkait. Langkah berikutnya, kalau memang tidak diperoleh kesepakatan, satu-satunya cara adalah membawa masalah ini ke jalur hukum.

“Pertama, selama penyelesaian kasus sengketa tersebut dalam proses penyelesaian, maka masing-masing pihak harus menghormati proses, tidak boleh melakukan tindakan apapun di lokasi sengketa. Kedua, Pemerintah Kabupaten harus bisa menunjukkan batas wilayah atau tapal batas anrtara dua desa. Kalau Pemerintah Daerah tidak bisa menunjukkan, berarti saya menduga administrasi Pemda amburadul,” tegasnya.

Terkait dengan persoalan tersebut, Kepala Dinas PMD melalui Kabid Pemerintahan Desa Muhammad Hafiz Anshari ketika memberikan konfirmasi pada Rabu, (23/10/2024) mengakui memang pernah mengusir salah seorang Kaur Desa Mali-mali dari ruang mediasi dengan alasan menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

“Waktu itu, saya pernah mengusir Kaur dari Desa Mali-mali, saya berusaha mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” akunya.

Mengenai proses penyelesaian sengketa, Hafizd menjelaskan, berdasarkan Permendagri bahwa penyelesaian masih proses dengan waktu selama 6 bulan. “Sekarang ini kan sudah berlangsung dua bulan, masih ada waktu 4 bulan. Tunggulah proses ini masih berlangsung,” katanya.

Dia juga sudah meminta kepada pihak Kecamatan Karang Intan agar tidak menerbitkan proses balik nama SKT atas lahan itu dari pihak manapun. “Kalau hak kepemilikan kan tidak tergantung batas wilayah. Yang saya tanyakan, yang menjual lahan itu Pembakal atau orang lain?” ucapnya.

Hafidz lebih banyak menjelaskan versi Desa Sungai Arfat, salah satunya dia juga sudah mengkonfirmasi terkait proyek penanaman di lahan sengketa, bahwa yang mengerjakan proyek penanaman itu kelompok tani, sehingga tidak tergantung letak wilayah. Warga Desa Mali-mali maupun Desa Sungai Arfat bisa ikut dalam proyek penanaman tersebut.

Sementara itu, beberapa waktu lalu, Kepala Desa Sungai Arfat, Iyan ketika dikonfirmasi media ini menjelaskan, sebetulnya batas wilayah itu sudah jelas saja. Sejak dulu masih disebut satu lokasi yakni, wilayah Desa Mali-mali dan Desa Sungai Arfat.

“Sejak tahun 1980 an lahan itu merupakan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 13 Danau Salak, Kemudian sudah 30 tahun kami memperjuangkan agar lahan itu kembali kepada masyarakat. Tetapi setelah lahan itu bermanfaat, lalu dikait-kaitkan seolah tidak beres,” ujar dia.

Menurut Iyan, dia menjabat Kepala Desa sejak tahun 2007 atau selama 3 periode, selama itu batas wilayah aman-aman saja. “Saya terlibat terus membahas tapal batas wilayah, jadi batas wilayah jelas saja. Jadi, kalau warga mengadukan ke pengacara, kemana pun, kami siap saja,” tegas dia.

“Saya paham saja, ada lahan yang kami perjuangkan, sekarang aja timbul masalah. Padahal kami mengurusi selama 30 tahun,” ungkapnya.

Menyinggung soal proyek penanaman di lokasi yang diduga sengketa, Iyan menerangkan, memang benar adanya proyek penanaman dari Norwegia melalui kementerian yang diusulkan kepada Presiden.

“Kami paham saja, ada yang ingin bermain. Kami mau melibatkan, tetapi tidak masuk wilayah Desa Mali-mali. Kalau memang bermasalah, kenapa tidak sejak dulu-dulu dimasalahkan? Pembakal-pembakal Desa Mali-mali sebelumnya tidak mempersoalkan, Pembakal sekarang aja yang mengurusi” pungkasnya.(sir)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh