Hingga kini, publik sulit mengakses naskah akademik dan draf RUU Sisdiknas. Bahkan, PPID Kemendiknasristek beralasan dokumen itu rahasia. Ada apa?
JAKARTA, koranbanjar.net – Kontroversi seputar Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) tak kunjung mereda.
“Siapa yang seharusnya terlibat dalam merancang perubahan UU Sisdiknas? Publik atau kelompok elite tertentu di Kemendikbudristek? Mengapa publik sulit mengakses naskah akademik dan draf RUU Sisdiknas? Ada apa ini?” kata Pakar Pendidikan Doni Kusuma di Jakarta, Sabtu (23/4/2022).
Menurut Doni, hingga kini tidak ada versi resmi yang sungguh-sungguh dipublikasikan dan mudah diakses ke masyarakat. Uji publik terbatas memang dilakukan, tetapi naskah akademik dan draf RUU tidak dibuka ke publik.
“Ada surat dari PPID Kemendikbudristek yang menyatakan dokumen itu rahasia. Kami punya surat balasan dari Kemendikbudristek itu,” ujar dia.
Doni menegaskan bahwa bisa saja pernyataan tentang dokumen itu rahasia, bisa dia gugat ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Namun, pihaknya memilih untuk membiarkan lebih dulu.
“Agar pihak Kemendikbudristek sadar hukum. Masalah pendidikan nasional tidak perlu dirahasiakan. Apa kepentingannya?” katanya.
Dia pun mempertanyakan apakah ada potensi guyuran uang terkait pasal-pasal dalam RUU tersebut. Jika ini terjadi, pemikiran para oknumnya sangat aneh.
“Kami menemukan ada banyak potensi ini di draf RUU Sisdiknas itu,” ujar dia.
Lantas Doni mengisahkan, pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI, pihaknya baru tahu bahwa uji coba Kurikulum Merdeka pada 2021 di 2.500 sekolah dan 18.800 guru penggerak, biayanya mencapai Rp 2,8 triliun. Hampir dua kali lipat saat uji coba Kurikulum 2013 (K-13). Hasilnya pun tidak memuaskan.
“Buang duit sebesar itu apakah Kemenkeu rela? Saya tidak rela dan ini tidak adil bagi tiga juta guru lain yang perlu pelatihan. Yang mendapatkan proyek pelatihan Kurikulum Merdeka ya kelompok mereka-mereka juga. Ini perlu dievaluasi,” tegasnya. (dba)