Tersangka kasus teroris, bom Bali tahun 2002 dan bom JW Marriot tahun 2003, mantan pemimpin kelompok teroris Jemaah Islamiyah, Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali, akan menghadapi persidangan, setelah mendekam selama 15 tahun di penjara militer Amerika Serikat di Teluk Guantanamo.
JAKARTA, koranbanjar.net – Jaksa militer AS mengajukan serangkaian dakwaan resmi terhadap warga Cianjur, Jawa Barat, itu bersama dua pengikutnya pada Kamis (21/1/2021).
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Hambali disebut sebagai otak di balik serangan Bom Bali 2002 dan serangan bom ke Hotel JW Marriot Jakarta pada 2003. Kedua serangan bom itu menyebabkan banyak korban jiwa. Bom Bali 2002 menewaskan 202 orang termasuk 88 orang warga Australia. Sedangkan bom JW Marriot menewaskan 12 orang.
Hambali bersama kedua pengikutnya, Muhammad Nazir bin Lep dan Muhammad Farik Bin Amin, berhasil ditangkap di Bangkok, Thailand, pada 2003. Pada 2006, ketiganya ditahan di penjara militer AS di Guantanamo.
Saat itu, Hambali disebut sebagai perwakilan tertinggi kelompok teroris Al-Qaidah di Asia Tenggara.
Mengutip berbagai sumber, pria kelahiran 1964 itu disebut mulai mengenal gerakan ekstremisme sejak merantau ke Malaysia secara ilegal pada pertengahan 1982 setelah lulus SMA.
Selama menetap di Selangor, Malaysia, Encep mengubah namanya menjadi Riduan Isamuddin. Dia bekerja serabutan mulai menjual ayam di pasar, menjual peci, buku agama, hingga bekerja di kedai roti canai.
Saat berada di Malaysia itu dia mengenal sejumlah orang yang memperkenalkan dirinya terhadap gerakan jihad, seperti Abdullah Sungkar. Encep lalu berangkat ke Afghanistan pada 1986 untuk berperang melawan Uni Soviet.
Di sana Encep menggunakan nama samaran Hambali. Nama itu digunakan ketika bergabung sebagai kombatan di perbatasan Afghanistan dan Pakistan.
Setelah bertempur di Afghanistan, Hambali pulang ke Malaysia pada 1988.
Pada 1990, Hambali pergi ke Tawi-Tawi dan Mindanao, selatan Filipina, untuk berdakwah dan memperdalam agama. Hingga kini, wilayah di selatan Filipina itu merupakan basis kelompok milisi dan separatis.
Di Filipina, Hambali bertemu dengan pemimpin kelompok militan seperti Front Pembebasan Rakyat Moro (MILF) hingga orang-orang Al Qaidah. Di sana, ia mulai bergabung dengan Jemaah Islamiyah.
Sekitar 1998, pemimpin Al-Qaidah saat itu, Osama bin Laden, menerbitkan Fatwa 98 yang mengajak seluruh sel-sel jihad menjadikan AS dan sekutunya sebagai target.
Sejak itu, insiden teror di Indonesia mulai terjadi seperti pengeboman sejumlah gereja di malam Natal pada 2000. Serangan teror itu dilakukan oleh Jemaah Islamiyah.
Hambali pun mulai menjadi buronan se-Asia Tenggara karena menjadi pemimpin Jemaah Islamiyah setelah Abdullah Sungkar wafat.
Ia kian dicari setelah mendalangi serangan Bom Bali I dan Bom Hotel J.W Marriot Jakarta setahun setelahnya. Hambali kemudian kabur ke Thailand pada 2003. Dia berhasil ditangkap oleh kepolisian Thailand di apartemennya di Ayutthaya.
Usai ditangkap, Hambali dibawa dan diinterogasi Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) di fasilitas pemeriksaan mereka di Yordania. Pada 2006, Hambali dibawa pihak berwenang AS ke penjara Guantanamo dan ditahan sampai saat ini.(CNN/sir)