Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar

Syekh Abdus Samad al-Palimbani; Pergi ke Makkah Dengan Kapal Kayu Buatan Sendiri

Avatar
2355
×

Syekh Abdus Samad al-Palimbani; Pergi ke Makkah Dengan Kapal Kayu Buatan Sendiri

Sebarkan artikel ini

Syaikh Abdus Samad al-Palimbani merupakan seorang tokoh sufi, penulis kitab-kitab sufi yang berasal dari Palembang. Syekh Abdus Samad lahir pada 1116 H atau 1704 M. Sedangkan wafat pada 1203 H atau 1789 M dalam usia 85 tahun di Palembang. Konon, Syekh Abdus Samad sangat membenci Belanda. Karena itu, saat akan menuntut ilmu ke Makkah, dia tidak mau naik kapal Belanda. Sehingga dia membuat sendiri kapal kayu bersama murid-muridnya mengarungi lautan lepas menuju Makkah.

Syeikh Al-Falimbani dalam sejarah memiliki tiga versi nama. Pertama, seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, dia bernama Abdus Samad Al-Jawi Al-Falembani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu (tulisan Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Mizan: 1994), dia memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-Falembani.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Sementara versi terakhir, tulisan Rektor UIN Jakarta, bahwa bila merujuk pada sumber-sumber Arab, nama lengkap Syeikh al-Palimbani ialah Sayyid Abdus Al-Samad bin Abdurrahman Al-Jawi. Dari ketiga nama itu yang diyakini sebagai nama Abdul Samad, Azyumardi berpendapat bahawa nama terakhirlah yang disebut Syekh Abdul Samad.

Dari silsilah nasab Syekh Abdus Samad al-Palimbani berketurunan Arab, dari sebelah ayah, Syekh Abdus Samad al-Palimbani bin Syeikh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahab bin Syekh Ahmad Al-Mahdani. Ayahnya adalah ulama yang berasal dari Yaman yang dilantik menjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti adalah wanita Palembang yang diperisterikan Syekh Abdul Jalil, setelah sebelumnya menikahi Wan Zainab, puteri Dato´ Sri Maharaja Dewa di Kedah.

Syekh Abdus Samad mendapat pendidikan dasar dari ayahnya sendiri, Syekh Abdul Jalil, di Kedah. Kemudian Syekh Abdul Jalil mengantar semua anaknya ke pondok di negeri Patani. Zaman itu memang di Patani lah tempat menempa ilmu-ilmu keislaman sistem pondok yang lebih mendalam lagi.

Mungkin Abdus Samad dan saudara-saudaranya Wan Abdullah dan Wan Abdul Qadir telah memasuki pondok-pondok yang terkenal, antara lain Pondok Bendang Gucil di Kerisik, atau Pondok Kuala Bekah atau Pondok Semala yang semuanya terletak di Patani.

Di antara para gurunya di Patani yang dapat diketahui dengan jelas hanya Syekh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok. Demikianlah yang diceritakan oleh beberapa orang tokoh terkemuka Kampung Pauh Bok itu (1989), serta sedikit catatan dalam salah satu manuskrip terjemahan Al-‘Urwatul Wutsqa, versi Syeikh Abdus Samad bin Qunbul al-Fathani yang ada.

Sistem pengajian pondok di Patani pada zaman itu sangat terikat dengan hafalan matan ilmu-ilmu Arabiyah yang terkenal dengan ‘llmu Alat Dua Belas’. Dalam bidang syariat Islam dimulai dengan matan-matan fiqh menurut Mazhab Imam Syafi’i. Di bidang tauhid dimulai dengan menghafal matan-matan ilmu kalam/usuluddin menurut paham Ahlus Sunah wal Jamaah yang bersumber dari Imam Syekh Abul Hasan al-Asy’ari dan Syekh Abu Mansur al-Maturidi.

Dia juga mempelajari ilmu sufi dari Syeikh Muhammad bin Samman, selain mendalami kitab-kitab tasawuf daripada Syekh Abdul Rauf Singkel dan Samsuddin Al-Sumaterani, kedua-duanya dari Aceh. Oleh sebab dari kecil dia lebih banyak mempelajari ilmu tasawuf, maka dalam sejarah telah tercatat bahawa dia adalah ulama yang memiliki kepakaran dan keistimewaan dalam cabang ilmu tasawuf.

Menuntut Ilmu ke Makkah

Orangtuanya mengantar Syekh Abdus Samad al-Palimbani ke Makkah dan Madinah. Dia diantar menginjak dewasa ketika. Di negeri barunya ini, dia terlibat dalam masyarakat Jawa, dan menjadi teman seperguruan, menuntut ilmu dengan ulama nusantara lainnya seperti Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahhab Bugis, Abdul Rahman Al-Batawi dan Daud Al-Fatani. Walaupun dia menetap di Makkah, dia tidak melupakan negeri leluhurnya.

Beberapa gurunya yang masyhur dan berwibawa Muhammad bin Abdul Karim Al-Sammani, Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, dan Abdul Al-Mun´im Al-Damanhuri. Selain itu, tercatat juga dalam sejarah Syekh Abdus Samad al-Palimbani berguru kepada ulama besar, antara lain Ibrahim Al-Rais, Muhammad Murad, Muhammad Al-Jawhari, dan Athaullah Al-Mashri.

Berkaitan dengan ajaran tasawufnya, Syekh Abdus Samad al-Palimbani mengambil jalan tengah antara doktrin tasawuf Imam Al-Ghazali dan ajaran ´wahdatul wujud´ Ibnu Arabi; bahwa manusia sempurna (insan kamil) adalah manusia yang memandang hakikat Yang Maha Esa itu dalam fenomena alam yang serba aneka dengan tingkat makrifat tertinggi, sehingga mampu ´melihat´ Allah Swt sebagai penguasa mutlak.

Banyak meriwayatkan cerita yang menarik ketika Syekh Abdus Samad al-Palimbani berada di negerinya Palembang. Oleh karena rasa bencinya kepada Belanda yang kafir telah memegang pemerintahan di lingkungan Islam dan tiada kuasa sedikit pun bagi Sultan.

Maka dia merasa tidak betah untuk tinggal di Palembang walaupun dia kelahiran negeri itu. Syekh Abdus Samad al-Palimbani memutuskan meninggalkan Palembang, kembali ke Makkah.

Lantaran anti Belanda, dia tidak mau menaiki kapal Belanda sehingga terpaksa menebang kayu di hutan untuk membuat perahu bersama-sama orang muridnya. Walaupun sebenarnya dia bukanlah seorang tukang yang pandai membuat perahu, namun dia sanggup membuat perahu untuk membawanya ke Makkah.

Penulis Produktif dengan Karyanya

Karya Syekh Abdus Samad al-Palimbani tidak sebanyak karya sahabatnya, Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani. Ini karena Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani memperoleh ilmu pengetahuan dalam usia muda dan umurnya juga panjang. Sedangkan Syekh Abdus Samad al-Palimbani jauh lebih tua.

Syekh Abdus Samad al-Palimbani dan sahabatnya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari termasuk dalam klasifikasi pengarang yang produktif. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari terkenal dengan fiqhnya yang berjudul Sabilal Muhtadin.

Syekh Abdush Shamad al-Palimbani adalah yang paling menonjol di bidang tasawuf dengan dua karyanya yang paling terkenal dan masih beredar di pasaran kitab sampai sekarang Hidayatus Salikin dan Siyarus Salikin.

Setelah perahu siap dan kelengkapan berlayar cukup, maka berangkatlah Syekh Abdus Samad al-Palimbani dari Palembang menuju Makkah dengan beberapa muridnya. Selama di Makkah, dia giat dalam pengajaran dan penulisan kitab-kitab dalam beberapa bidang pengetahuan keislaman, terutama tasauf, fikah, usuluddin dan lain-lain.

Kepulangan Syekh Abdus Samad al-Palimbani kali ini tidak ke Palembang tetapi ke Kedah. Saudara kandungnya Syekh Wan Abdul Qadir bin Syekh Abdul Jalil al-Mahdani ketika itu Mufti Kerajaan Kedah. Seorang lagi saudaranya, Syekh Wan Abdullah dalah pembesar Kedah dengan gelar Seri Maharaja Putera Dewa.

Meskipun Syekh Abdus Samad al-Palimbani lama menetap di Makkah, namun hubungan mereka tidak pernah putus. Sekurang-kurangnya mereka berkirim surat setahun sekali, melalui mereka yang pulang setelah melaksanakan ibadah haji.

Selain hubungan dia dengan adik-beradik di Kedah, Syekh Abdus Samad al-Palimbani turut membina hubungan dengan kaum muslimin di seluruh Asia Tenggara. Pada zaman itu hampir semua orang yang berhasrat mendalami ilmu tasawuf terutama Tarekat Sammaniyah, Tarekat Anfasiyah dan Tarekat Khalwatiyah menerima ilmu daripada dia.

Dia sentiasa mengikuti perkembangan di Tanah Jawi (dunia Melayu) dengan menanyakan kepada pendatang-pendatang dari Patani, Semenanjung Tanah Melayu, dan negeri-negeri Nusantara yang di bawah penjajahan Belanda (pada zaman itu masih disebut Hindia Belanda).

Syekh Abdus Samad al-Palimbani telah lama bercita- cita untuk ikut dalam salah satu peperangan / pemberontakan melawan penjajah. Namun setelah dipertimbangkan, dia lebih tertarik membantu umat Islam di Patani dan Kedah melawan keganasan Siam yang beragama Buddha.

Sebelum perang itu terjadi, Syekh Wan Abdul Qadir bin Syekh Abdul Jalil al-Mahdani, Mufti Kedah mengirim sepucuk surat kepada Syekh Abdus Samad di Makkah. Surat itu membawa maksud agar diumumkan kepada kaum Muslimin yang berada di Makkah bahawa umat Islam Melayu Pattani dan Kedah sedang menghadapi jihad mempertahankan agama Islam dan watan (tanah air) mereka.

Dalam peperangan itu, Syekh Abdus Samad al-Falimbani memegang peranan penting dengan beberapa panglima Melayu lainnya. Ada catatan menarik mengatakan dia bukan berfungsi sebagai panglima sebenarnya tetapi dia bertindak sebagai seorang ulama sufi yang sentiasa berwirid, bertasbih, bertahmid, bertakbir dan berselawat setiap siang dan malam.

Kepulangan Syekh Abdus Samad al-Palimbani ke Kedah memang pada awalnya bertekad demi jihad, bukan karena mengajar masyarakat mengenai hukum-hukum keislaman walaupun dia pernah mengajar di Makkah. Akhirnya, Syekh Abdus Samad al-Palimbani dan rombongan pun berangkat menuju ke Patani yang bergelar ‘Cermin Mekah’. Sayangnya kedatangan dia agak terlambat, pasukan Patani telah hampir lemah dengan keganasan Siam.

Sementara itu, Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani dan pengikut-pengikutnya telah mengundurkan diri ke Pulau Duyung, Terengganu untuk menyusun semula langkah perjuangan. Patani telah patah dan kekuatan lenyap dengan itu Syekh Abdus Samad berkhalwat di sebuah masjid di Legor. Ada orang mengatakan dia berkhalwat di Masjid Kerisik yang terkenal dengan ‘Pintu Gerbang Hang Tuah’.

Para pengikut tasawuf percaya di sanalah dia menghilang diri tetapi bagi kalangan bukan tasawuf, perkara ini adalah mustahil dan mereka lebih percaya bahwa dia telah mati dibunuh musuh-musuh Islam.

Syekh Abdus Samad Wafat

Dr M. Chatib Quzwain menulis dalam kertas kerja dan bukunya berjudul Mengenal Allah Suatu Studi Mengenal Ajaran Tasawuf Syekh Abdus Samad al-Palimbani, halaman 180-181: Bahwa dalam tahun 1244 H/1828 M dikatakan umur Syekh Abdus Samad al-Falimbani 124 tahun. Baik pendapat Dr. M Chatib Quzwain maupun pendapat Dr. Azyumardi Azra perlu disanggah berdasarkan fakta sejarah.

Azra menulis, “Meskipun saya tidak dapat menentukan secara pasti angka-angka tahun di seputar kehidupannya, semua sumber bersatu kata bahwa rentang masa hidup Al-Palimbani adalah dari dasawarsa pertama hingga akhir abad kedelapan belas.

Al-Baythar menyatakan, Al-Palimbani meninggal setelah 1200/1785. Tetapi kemungkinan besar dia meninggal setelah 1203/1789, tahun ketika dia menyelesaikan karyanya yang terakhir dan paling masyhur, Sayr Al-Salikin. Ketika dia menyelesaikan karya ini, mestinya umurnya adalah 85 tahun.

“Dalam Tarikh Salasilah Negeri Kedah diriwayatkan, dia terbunuh dalam perang melawan Thai pada 1244/1828. Tetapi saya sukar menerima penjelasan ini, sebab tidak ada bukti dari sumber-sumber lain yang menunjukkan Al-Palimbani pernah kembali ke Nusantara. Lebih jauh lagi, waktu itu mestinya umurnya telah 124 tahun terlalu tua untuk pergi ke medan perang.

“Walaupun Al-Baythar tidak menyebutkan tempat di mana Al-Palimbani meninggal, ada kesan kuat dia meninggal di Arabia”.

Menurut Ustaz Wan Mohd Shaghir, sumber dari Al-Baythar yang menyebut tahun kewafatan Syekh Abdus Samad al-Palimbani 1200 H/1785 M, seperti yang disebut Dr. Azyumardi Azra itu adalah ditolak.

Dr. M. Chatib Quzwain menyebut bahawa kubur Syekh Abdus Samad al-Falimbani di Palembang, Dr. Azyumardi Azra pula menyebut, “ada kesan kuat dia meninggal di Arabia”, kedua-dua pendapat tersebut bertentangan dengan Al-Tarikh Silsilah Negeri Kedah. Juga bertentangan dengan cerita populer masyarakat Islam di Kedah, di Patani, Banjar, Mempawah/Pontianak dan tempat-tempat lain yang ada hubungan pertalian penurunan keilmuan tradisional Islam dunia Melayu.

Selain itu, bertentangan pula dengan manuskrip Al-Urwatul Wutsqa karya Syekh Abdus Samad al-Palimbani yang disalin Haji Mahmud bin Muhammad Yusuf Terengganu, salah seorang murid Syelh Abdus Samad al-Palimbani. Bertentangan pula dengan pembuktian bahawa diketemukan kubur Syekh Abdus Samad al-Palimbani di perantaraan Kampung Sekom dengan Cenak termasuk dalam kawasan Tiba, yaitu di Utara Patani.(sumber; wikipedia.org/sir)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh