Merasa termarginalkan dan tak dilibatkan dalam kebijakan transportasi, puluhan sopir angkutan L300 dari Perkumpulan Sopir Taksi Sabanua Anam “menggugat” secara damai ke Kantor Terminal Dishub Provinsi Kalimantan Selatan di Jalan Pramuka, Senin (23/6/2025).
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Dengan langkah pasti, sekitar 20 sopir datang bukan untuk berunjuk rasa, tapi membawa secercah harapan, bisa kembali beroperasi secara legal, bermartabat, dan tak lagi dianggap sebagai “hantu jalanan” yang tak terdata.
“Kami ini sopir resmi, pernah terdaftar, tapi sekarang seperti dianggap tak ada. Kami tak pernah diajak bicara saat aturan dibuat,” ujar Fahmi, juru bicara aliansi, di hadapan Kasi Angkutan Dishub Kalsel, Farid.
Rindu Diakui Negara
Fahmi melanjutkan, sebagian besar armada mereka adalah L300 lawas yang dulunya diakui resmi oleh Dishub. Namun seiring waktu dan perubahan regulasi, status mereka mengambang. Dokumen legal tak berlaku lagi. Pendapatan pun menukik tajam, apalagi dihantam oleh menjamurnya taksi liar yang tak tersentuh hukum.
“Biasanya bisa bawa pulang 500 ribu bersih sehari, sekarang dapat seratus ribu aja udah syukur,” keluh Fahmi dengan nada lirih, menggambarkan betapa nyatanya tekanan ekonomi mereka.
Tak hanya itu, mereka juga menyentil keras maraknya taksi ilegal yang menurut mereka telah merebut sekitar 70 persen penumpang reguler.
Dishub Buka Pintu, Tapi Syarat Tak Main-main
Menanggapi hal ini, Farid menyambut baik kedatangan mereka. Ia menjelaskan bahwa untuk kembali legal dan beroperasi, ada sejumlah tahapan yang mesti dipenuhi, membentuk badan usaha berbentuk koperasi, memastikan armada dalam kondisi laik jalan (maksimal 25 tahun usia kendaraan), memiliki KIR aktif, hingga wajib punya kartu pengawasan.
“Kalau semua syarat dipenuhi, Dishub akan keluarkan sertifikat standar dan menetapkan trayek. Baru boleh angkut penumpang,” jelas Farid.
Ia menegaskan pula bahwa Dishub tidak akan menolerir keberadaan taksi liar. Pihaknya siap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk penertiban.
“Taksi ilegal itu jelas merugikan. Tidak menyumbang ke pendapatan daerah, dan merusak tatanan transportasi yang sah,” tegasnya.
Butuh Bimbingan, Bukan Pengabaian
Fahmi berharap ke depan Dishub tak lagi bersikap seperti “bapak tiri” bagi sopir-sopir kecil. Ia meminta agar pembinaan dan komunikasi tak berhenti di ruang rapat semata.
“Ketika kami salah langkah, tolong dibimbing, bukan dibungkam,” katanya.
“Kami bukan lawan, kami hanya rakyat kecil yang ingin tetap hidup dari profesi kami yang sah,” tutupnya. (yon/bay)