Pengadilan Negeri Banjarbaru kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis tambang batubara, dengan para terdakwa A-C matan Direktur PT Eksploitasi Energi Indonesia TBK, H-S mantan Direktur Multi Guna Laksana, K-H serta mantan pemegang saham PT Eksploitasi Energi Indonesia serta D-H. Pada hari Kamis (26/10/2023).
BANJARBARU, Koranbanjar.net – Dalam persidangan penasihat hukum para terdakwa dari Kantor Hukum Equitable Law Firm menghadirkan dua orang ahli hukum, yakni Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H., selaku ahli hukum perdata, dan Dr. Flora Dianti, S.H.M.H., selaku ahli hukum pidana.
Saat memberikan keteranganya dihadapan ketua mejelis hakim Rahmat Dahlan, ahli hukum perdata tersebut menyatakan, proses peralihan saham dalam suatu perusahaan khususnya perusahaan tambang batubara tidak bisa dilakukan sekonyong-konyong hanya dengan PPJB Saham, melainkan harus ditindaklanjuti dengan AJB saham, untuk kemudian dinyatakan dalam akta pernyataan RUPS dan dimintakan persetujuan kepada Menteri ESDM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sehingga secara keseluruhan dirinya memandang kasus yang bermula dari perjanjian utang piutang itu merupakan hubungan hukum perdata, yang mana hal ini dibuktikan dengan adanya Putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap terkait dengan permasalahan utang piutang.
Usai persidangan ahli hukum perdata Dr.Ahmad Redi,S.H.,M.H, mengatakan sebenarnya kasus ini sudah selesai di Mahkamah Agung tinggal laksanakan apa yang menjadi ketetapan MA.
“Memang ini masalah perdata saya memandangnya ini tidak bisa dibawa keranah pidana, apalagi ada putusan Mahkamah Agung ya, itu sudah berkekuatan hukum tetap. Harusnya sudah selesai ini di Mahkamah Agung apa yang menjadi putusan MA ya dilaksanakan aja, dan saya tidak ada melihat niat jahatnya dalam perkara kasus ini,” katannya.
Sementara ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia Dr.Flora Dianti,S.H.,M.H menyebut, terhadap kasus ini tidak terdapat unsur tipu muslihat, serangkaian kebohongan ataupun setidak-tidaknya tidak ada niat jahat, dan bahkan menurut penilaiannya kasus ini seharusnya masuk kedalam ranah perdata.
“Saya tadi menjelaskan bahwa apa saja batasan antara suatu perbuatan dalam perjanjian dalam ranah perdata ke ranah pidana, disini saya melihat murni masuk dalam kasus perdata, karena disini yang diatur adalah para pihak, kemudian tidak langsung berkaitan dengan kepentingan umum, dan semua ada klausul dalam perjanjian, jadi saya berpandangan bahwa terhadap kasus ini tidak terdapat unsur pidananya,” ungkapnya.
Dari informasi yang didapat pada sidang sebelumnya juga terungkap, bahwa perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB Saham) yang selama ini menjadi dasar bagi Sar’ie (Pelapor) untuk mengklaim sebagai pihak yang berhak atas 40% saham dalam PT Indomarta Multi Mining (PT IMM), tidak pernah terealisasi, dan tidak pernah melakukan transaksi pembayaran atas nilai saham sebagaimana yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut. Atas tidak dilakukannya Pembayaran dalam PPJB tersebut oleh Sar’ie, maka akta jual beli saham (AJB Saham) tidak pernah terjadi, sehingga terungkap fakta hukum dalam persidangan bahwa peralihan hak atas saham sebanyak 40% tersebut ternyata selama ini tidak pernah terjadi.
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis tambang batubara yang menyeret empat terdakwa tersebut dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.
(kan/rth)