Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Opini

Satu Keluarga Jadi Caleg, Noorhalis Majid: Tidak Etis, Jadi Rezim dan Sarat Kepentingan Hingga Memudarkan Demokrasi 

Avatar
341
×

Satu Keluarga Jadi Caleg, Noorhalis Majid: Tidak Etis, Jadi Rezim dan Sarat Kepentingan Hingga Memudarkan Demokrasi 

Sebarkan artikel ini
Diskusi Ambin Demokrasi di Banjarmasin, Selasa (6/5/2023). (Foto: Koranbanjar.net)
Diskusi Ambin Demokrasi di Banjarmasin, Selasa (6/5/2023). (Foto: Koranbanjar.net)

Satu keluarga mencalon legislatif (mencaleg), menurut Budayawan dan Pakar Bahasa Banjar, Noorhalis Majid sangat tidak etis, selain menjadi rezim juga sarat kepentingan keluarga.

BANJARMASIN, koranbanjar.netUngkapnya melalui media ini di sela diskusi Ambin Demokrasi di Banjarmasin, Selasa (6/5/2023), mencurahkan, bahwa menjadikan seluruh anggota keluarga sebagai caleg tidak ada larangan, namun menurutnya secara etis hal tersebut sangat tidak baik.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

“Bapaknya caleg, ibunya caleg, dan anak hingga paman dan keponakan juga ikut menjadi caleg, pendek kata, sakataraan (satu keluarga red : Bahasa Indonesia) jadi caleg,” kata Noorhalis Majid.

Kalau semuanya terpilih lanjutnya pasti menjadi rezim dan sarat konflik kepentingan keluarga. Bahkan sulit membedakan antara soal publik dan privat.

Lebih lanjut, urusan publik dirumuskan dengan perdebatan dalam sidang-sidang di parlemen, mudah berpindah sekedar obrolan di meja makan keluarga.
“Akhirnya mekanisme demokrasi, menjadi semu dan formalitas belaka,” ucapnya.

Sekali lagi, Pemilu itu cara yang dipilih dan dianggap paling demokratis untuk mempergilirkan kekuasaan dan jabatan-jabatan politik.

Kalau tidak ada Pemilu, boleh jadi cara lainnya yang tersedia sangat barbar, bahkan mungkin baku bunuh, untuk memperebutkan jabatan dan kekuasaan.

“Karena Pemilu adalah cara paling beradab, Maka jangan sekali-kali menggodanya untuk berlaku curang. Sebab mudah saja berbalik menjadi tidak beradab,” sebutnya.

Dikarenakan, sirkulasi kekuasaan itu dalam sejarahnya, memang penuh intrik dan kekerasan, menghalalkan segala cara, yang penting menang.

Agar Pemilu terjaga peradabannya, jangankan berniat curang, melakukan hal yang tidak etis saja, hendaknya jangan sampai tergoda.

Sehingga demokrasi tetap berada pada ranah ideal, menjamin keterbukaan dan menumbuhkan kepercayaan pada semua orang.

Memang manusia itu mudah sekali digoda dan dihinggapi rasa percaya diri berlebihan, menganggap hanya dia dan lingkungan keluarganyalah yang pantas menduduki jabatan politik.

Atau, digoda melalui kuasa dan uang, sehingga mudah mengatur dan membeli mekanisme demokrasi, dan menjadikan Pemilu sebagai ladang bagi seluruh anggota keluarga untuk turut berkuasa.

Godaan nafsu kekuasaan, membuat hal yang tidak etis menjadi wajar, hilang rasa malu.

“Sakataraan jadi caleg, padahal tidak berkualitas, bahkan memundurkan demokrasi.

(yon/rth)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh