Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar

Refreshment Jurnalis Kalsel, Dari Meratus Hingga Merapi Dan Sepenggal Kisah Mbah Marijan

Avatar
297
×

Refreshment Jurnalis Kalsel, Dari Meratus Hingga Merapi Dan Sepenggal Kisah Mbah Marijan

Sebarkan artikel ini

YOGYAARTA, koranbanjar.net – Dari kantor Bank Indonesia Kalimantan Selatan di Banjarmasin, pada pukul 05.30 WITA, Jum’at subuh,1 Oktober 2019, sejumlah wartawan ekonomi dengan menggunakan Bis Pariwisata, berangkat menuju Bandara Syamsuddin Noor Landasan Ulin Banjarbaru.

Setiba di Bandara Syamsuddin Noor pukul 06.30 WITA, para jurnalis ini masing-masing diberikan tiket keberangkatan oleh Humas BI bernama Halvin menuju Jogyakarta untuk mengikuti Refreshment Kewartawanan.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Setelah masing-masing mendapatkan tiket Boarding Passenger (tiket penumpang pesawat), menggunakan Lion Air Boeing 737 rombongan jurnalis bersama BI terbang menuju Kota Keraton.

Tepat pukul 08.00 WITA, rombongan tiba di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Beberapa wartawan langsung mengambil kesempatan, jepret sana jepret sini mengambil foto untuk dikirimkan ke keluarganya, memberitahukan bahwa mereka sudah sampai di Kota Gudeg.

Insan Pers yang berjumlah kurang lebih 30 orang dari media cetak, elektronik dan online ini terbagi dua kelompok keberangkatan, kelompok pertama berangkat dari Bandara Syamsuddin Noor menuju Jogja pukul 7 pagi dan kelompok kedua terbang pukul 11 pagi, selisih 5 jam perjalanan.

Dari Bandara Adi Sucipto, para wartawan menuju Hotel Sahid Raya yang berada di Jalan Babarsari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta(DIY) untuk beristirahat.

Bertempat di Hotel itu pula, kegiatan Refreshment Kebanksentralan Jurnalis Ekonomi Kalimantan Selatan diadakan.

Setelah makan malam, mulailah para jurnalis konsentrasi dan fokus terhadap kegiatan yang diselenggarakan Bank Indonesia, oleh pemateri Deputi Direktur BI, Dadi Esa Cipta.

Dari ruangan Nakula, Dadi banyak memberikan materi penyegaran kepada wartawan terkait ekonomi digital, tugas BI di bidang moneter dan stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran hingga soal inflasi.

Ada yang lebih menarik dari semua pembahasan ini, dalam wawancaranya kepada awak media, Dadi menyinggung soal Pegunungan Meratus.

Menurutnya Meratus merupakan potensi yang sangat luar biasa untuk dikembangkan menjadi objek wisata dunia. Ia sangat menyayangkan pengelolaan kawasan alam tertua di Indonesia ini belum optimal.

Ujarnya, Meratus adalah sumber kekayaan alam yang harus dilindungi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

“Sebenarnya Meratus juga salah satu situs yang dilindungi dunia, kita tahu provinsi lain seperti Sumatera ada Toba, kemudian Ciletuh di Jawa Barat, dan di Bali ada Batur, itu semua juga merupakan situs warisan dunia yang bisa mendatangkan Wisatawan ke sana, nah kita punya Meratus,” terangnya.

Ia berharap Meratus bisa menjadi Visit Tour Kalsel di tahun 2020. Hanya saja permasalahannya bagaimana kita bisa melakukan promosi secara efektif.

“Bukan hanya melalui media masa, tetapi juga via hotel, bandara yang berada di luar Provinsi Kalimantan Selatan,” jelasnya.

Selain bicara Meratus, para jurnalis juga diberi suguhan berwisata ke kawasan bekas letusan Gunung Merapi, tempat Mbah Marijan yang konon katanya diperintah Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi juru kunci merapi.

Refreshment Jurnalis Kalsel, Dari Meratus Hingga Merapi Dan Sepenggal Kisah Mbah Marijan
Museum Rumah Korban Letusan Gunung Merapi yang terjadi tahun 2010

Para jurnalis dipandu oleh salah satu staf utama Bank Indonesia Kalsel bernama Agustin. Ia adalah perempuan pegawai BI senior yang rela mendampingi para wartawan yang ingin berwisata ke Merapi.

Untuk naik ke Puncak Merapi, rombongan harus menggunakan mobil petualang yakni Hardtop. Setiap Hardtop hanya bisa membawa 4 orang.

Mulailah para jurnalis melakukan penjelajahannya, tempat pertama yang dikunjungi adalah museum bangunan rumah akibat letusan Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010.

Pada puing-puing kayu rumah itu bertuliskan “Rumahku Memoriku Merapi”,yang berada 7 kilometer dari Puncak Merapi.

Suyono, penduduk lokal kawasan Merapi yang sejak lahir berada di sana, kepada wartawan koranbanjar.net menuturkan letusan yang terjadi di tahun 2010 adalah letusan paling dahsyat.

Dikisahkannya, dahulu kawasan ini adalah perkampungan, ada dua letusan paling besar yang paling bersejarah, pertama terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 memakan korban 39 orang termasuk Mbah Marijan.

“Mereka terkena asap saja, kebanyakan dari mereka berada 4 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Setelahnya, kurang lebih 10 hari setelah itu, tanggal 5 November, letusan besar kedua yang sangat luar biasa terjadi kembali, di mana korbannya mencapai 300 lebih, justru mereka ini lebih jauh lokasinya karena tidak menyangka dampaknya sampai ke sana,” tuturnya.

Sekilas mengenai Mbah Marijan, koranbanjar.net mencoba menggali kisahnya dari seorang lelaki tua tukang sapu museum.

Refreshment Jurnalis Kalsel, Dari Meratus Hingga Merapi Dan Sepenggal Kisah Mbah Marijan
Tukang sapu museum

“Mbah Marijan hanyalah orang biasa, orang bodoh seperti saya, kerjaannya hanya seorang petani, juga rajin beribadah,” cerita lelaki tua yang mengaku sudah 6 tahun menjadi tukang sapu museum.

Lanjut, ketika ditanya mengapa Mbah Marijan tidak mau lari saat letusan Gunung Merapi terjadi kala itu.

“Karena dia sebagai juru kunci Gunung Merapi yang dipercayakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dahulunya ia sebagai abdi keraton, namun sudah pensiun akhirnya oleh Sri Sultan dipercayakan menunggu pintu Merapi,” tuturnya.

Sepeninggal Mbah Marijan, penunggu pintu Merapi dilimpahkan kepada anaknya yang nomor 3 bernama Suraksoasihono atau yang akrab dipanggil Asihono.

Berikut kutipan perbincangan Mbah Marijan kepada Asihono, sebelum terjadi erupsi 26 Oktober 2010.

“Saya minta pamit ikut mengungsi dan mengajak ikut serta bapak,” kata Asihono.

Dijawab oleh Mbah Marijan, “sudah saya tidak usah mengungsi, saya mau berdoa saja, kalau saya ikut mengungsi nanti saya diketawain ayam,” jawabnya sambil meminta Asihono untuk segera mengungsi.

Itulah hari terakhir Asihono bertemu bapaknya, sampai jenazahnya ditemukan dalam keadaan bersujud kepada Allah SWT.

Perbincangan Mbah Marijan ini terdapat dalam kutipan Surakoasihono yang dituangkan di selembar kertas putih yang menempel di puing bangunan museum, tertanggal 30 Januari 2012.(yon)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh