BANJARBARU, koranbanjar.net – Proyek pembangunan pemasangan siring dinding penahan dan normalisasi Sungai Rimba, di Kelurahan Syamsudin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru diduga menggunakan material batu yang tidak layak.
Pembangunan siring Sungai Rimba ini merupakan program penataan sungai dari Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarbaru, dengan tujuan memfungsikan sungai sebagai drainase kota dan menjadikan lebih indah serta kawasan sekitarnya menjadi layak huni.
Namun sayangnya, proyek senilai Rp 2.066.000.000 dari dana APBD Kota Banjarbaru 2019 ini seakan tidak dibangun dengan baik, seperti yang diungkapkan warga Banjarbaru kepada koranbanjar.net. Menurutnya, material batu gunung yang digunakan sebagai pondasi sudah lapuk dan tidak layak dipakai pondasi.
“Saya lihat batu yang digunakan itu tidak layak dipakai untuk pondasi, karena rapuh dan mudah pecah, namun sayangnya tetap digunakan,” ujar pria yang enggan namanya disebutkan ini, Jumat (26/7/2019).
Sementara menurut pekerja di lapangan yang mengaku namanya Samidi, banyak bungkam saat ditanya soal batu yang tidak layak tersebut.
“Saya tidak tahu menahu soal batu ini, karena saya hanya pekerja biasa saja, jika disuruh kerja ya saya kerjakan,” ujarnya. Selain itu dia menyebut, pengerjaan dimulai sejak 15 Juli lalu.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Kota Banjarbaru Sumaryono mengakui adanya batu gunung yang tidak layak. Namun, ia membantah bahwa batu tersebut masih digunakan.
“Kemarin sudah saya instruksikan bahwa batu gunung tersebut tidak dipakai lagi dan berusaha akan dicarikan yang baru yang sesuai, namun sementara ini belum dapat batunya. Kita pun tidak berani bayar kalau batunya tidak sesuai, nanti kan dihitung lagi dengan kontraktor juga mana yang sesuai dibayar,” ujar Sumaryono saat dikonfimasi.
Ia beralasan, bahwa batu yang bagus sulit dicari, jika ada harganya pun terbilang mahal. “Jadi, itu kemarin kami dari pihak PUPR Kota Banjarbaru minta dikirimkan batu gunung, ternyata kontraktornya bingung kehabisan stok batu. Bahkan istilahnya itu sampai nangis lah sama kita karena susahnya setengah mati mencari batu gunung yang bagus. Ya memang ada tetapi yang kecil-kecil itu dan harganya tinggi sekali,” katanya.
Ia menambahkan, untuk batu gunung yang sudah hancur hancur akan digunakan untuk urugan tanah di sampingnya.
“Jadi itu (batu tidak layak) di luar dari kontrak, karena batunya kalau dibawa kembali ditaruh di mana juga. Sambil menunggu batu yang baru datang, batu yang hancur tadi tidak digunakan untuk kontruksi,” ucapnya.
Dari papan RAB tertera, kontraktor proyek tersebut adalah CV. Sari Muana Lestari, sedangkan Konsultan Pengawasnya PT. Setiatama Engineering, dengan kontrak kerja pada 23 Mei 2019 serta surat perintah mulai kerja (SPMK) 27 Mei 2019, dan waktu pelaksanaan 150 hari kalinder.
“Memang benar pada Senin 15 Juli kemarin tukangnya baru mulai pengerjaan, namun persiapan kemarin kan tidak langsung kerja, jadi istilahnya ada pekerjaan normalisasi-normalisasi, yaitu alat masuk dulu, lalu sungai dikeruk dulu pakai alat berat, kemudian rapat bersama para konsultan dan melakukan pengukuran untuk diukur dan dihitung volumenya, lalu tahap rekontruksi itu dan kemudian pekerjaan pemasangan siring. Untuk panjang sungainya (yang dikerjakan) 600 meter, dengan volume 1.200 meter,” pungkasnya (ykw/dra)