Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Opini

Pentingnya Peran Orangtua Dalam Perkembangan Anak

Avatar
281
×

Pentingnya Peran Orangtua Dalam Perkembangan Anak

Sebarkan artikel ini
Anak merupakan generasi penerus bangsa, kualitasnya sangat tergantung pada kualitas tumbuh kembang anak. (Sumber Foto: herminahospitals.com)

Anak merupakan generasi penerus bangsa, dimana kualitasnya sangat tergantung pada kualitas tumbuh kembang anak.

Oleh: Ns. Evy Marlinda, M.Kep, Sp.Kep.An*

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

SETIAP keluarga selalu mengidamkan memiliki anak yang sehat dan ceria dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Anak yang tumbuh sehat dan ceria memerlukan stimulasi dan dukungan yang tepat dari orangtua.

Namun tidak semua orang tua siap dan memiliki kemampuan dalam mengenali dan memberikan stimulasi yang tepat bagi anak.

Pemberian stimulasi akan lebih efektif jika memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya. Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak.

Anak yang banyak mendapat stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang mendapat stimulasi. Stimulasi dapat pula berfungsi sebagai reinforcement atau penguat.

Pada tahun-tahun pertama tumbuh kembang, anak belajar mendengarkan, yang disebut dengan periode kesiapan mendengarkan.

Stimulasi verbal pada periode ini sangat penting untuk perkembangan bahasa anak pada tahun pertama kehidupannya.

Stimulasi verbal dan visual pada permulaan perkembangan anak merupakan stimulasi awal yang penting karena dapat menimbulkan sifat- sifat ekspresif. Selain itu anak juga  memerlukan stimulasi taktil/sentuhan.

Kurangnya stimulasi taktil dapat menimbulkan penyimpangan perilaku sosial, emosional dan motorik.

Perhatian dan kasih sayang juga merupakan stimulasi yang diperlukan anak, yang akan menciptakan rasa aman dan percaya diri pada anak.

Pada anak yang lebih besar yang sudah mampu berjalan dan berbicara  akan senang melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap lingkungannya, hal ini merupakan perwujudan dari motif kompetensi yang dapat diperkuat dan diperlemah oleh lingkungannya melalui reaksi yang diberikan kepada perilaku anak tersebut.

Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang responsif akan memperlihatkan perilaku eksploratif yang tinggi.

Pada masa sekolah, perhatian anak mulai keluar dari lingkungan keluarganya. Perhatian mulai beralih ke teman sebaya. Akan sangat menguntungkan bila anak mempunyai banyak kesempatan bersosialisasi dengan lingkungannya.

Melalui sosialisasi anak akan lebih banyak mendapatkan  stimulasi sosial yang bermanfaat bagi perkembangan sosial anak.

Penyimpangan tumbuh kembang harus dideteksi (ditemukan) sejak dini, terutama sebelum berumur 3 tahun,  supaya dapat segera ditangani. Apabila deteksi terlambat, maka penanganan terlambat, penyimpangan lebih sulit diperbaiki.

Deteksi dini pertumbuhan anak dilaksanakan dengan penimbangan berat badan, pengukuran berat badan dan pengukuran lingkar kepala anak.

Sedangkan penyimpangan tumbuh kembang dapat dilakukan dengan:

1) Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) yang dapat dilaksanakan di tingkat pelayanan kesehatan dasar;

2) Denver II yang dilaksanakan di klinik tumbuh kembang anak,

3) tes daya lihat,

4) tes daya dengar, untuk masalah perilaku yaitu dengan

5) Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) dan

6) Checklist for Autism in Toddler (CHAT).

Kebutuhan dasar yang diperlukan anak untuk tumbuh kembang yang optimal sejak masih dalam kandungan adalah kebutuhan kasih sayang-emosi (ASIH).

Yaitu, dengan menciptakan rasa aman dan nyaman (perlindungan); memperhatikan minat, keinginan dan pendapat; memberikan contoh (bukan dipaksa); dibantu, misal pada saat mengajari anak makan menggunakan sendok, walaupun hasilnya masih berhamburan orangtua tidak menjadi marah; atau membantu anak belajar berjalan; didorong, misal untuk menciptakan kreativitasnya dalam merangkai puzzle; dihargai dengan penuh kegembiraan; memberikan koreksi (bukan ancaman atau hukuman).

Hal ini merupakan contoh pola asuh demokratis yang akan sangat mendukung kecerdasan emosional, meningkatkan kemandirian, kreativitas, kerjasama dan kepemimpinan anak di masa depan.

Kebutuhan dasar berupa stimulasi dini (ASAH) juga dilakukan sejak anak dalam kandungan untuk merangsang hubungan antar sel-sel otak (sinaps otak).

Pada saat dalam kandungan, miliaran sel otak telah dibentuk namun belum ada hubungan antar sel otak.

Dengan memberikan stimulus, maka akan terbentuk hubungan antar sel otak tersebut. Bila stimulasi itu diberikan lebih sering maka akan menciptakan hubungan yang lebih kuat.

Bila stimulasi diberikan dengan bervariasi, maka hubungan yang terbentuk akan makin kompleks dan luas. Hal ini memberikan rangsangan pada otak kiri dan kanan, sehingga anak akan terbentuk kecerdasan yang multiple (multiple intelligent).

Cara pemberian stimulasi dini adalah dengan bermain aktif setiap hari dengan penuh kasih sayang, gembira, berulang, konsisten dan bervariasi.

Pemberian stimulasi pada sensorik (kemampuan untuk mengenali), motorik, kognitif, komunikasi-bahasa, sosio emosional, kemandirian dan kreativitas, seperti memberikan rangsang suara, musik, bicara, menyanyi, membaca, membandingkan, mencocokkan, mengelompokkan, mencoret, menggambar.

Tindakan ini dalam dilakukan setiap kali melakukan interaksi dengan anak seperti saat memandikan, mengganti baju, bermain, dijalan, saat menonton, sebelum tidur dan lain-lain.

Suasana bermain yang perlu diciptakan adalah jangan terlalu memaksa, membatasi, melarang, mencela, mendikte, mengancam atau menghukum. Hal yang juga perlu diingat oleh orangtua adalah tidak membahayakan diri anak atau orang lain.

Selain pemberian stimulasi, orangtua juga perlu memperhatikan pola pengasuhan anak, seperti pola demokratis, otoriter, permisif dan penelantaran (tidak dipedulikan).

Masing-masing pola asuh akan memberikan dampak signifikan bagi perkembangan anak.

Pola pengasuhan yang demokratis akan membuat anak menjadi lebih percaya diri, mandiri dan kreatif. Pada pola ini orangtua lebih mengutamakan kasih sayang, kehangatan dan kegembiraan.

Pola pengasuhan yang otoriter berupa kegiatan melarang, membatasi, sering menghukum anak akan berakibat anak menjadi kurang inisiatif, kurang kendali diri dan tanggung jawab.

Demikian pula pola pengasuhan yang permisif (anak serba boleh) akan mneyebabkan anak menjadi kurang kendali diri.

Bahkan pada pola pengasuhan yang tidak dipedulikan akan menyebabkan kemampuan anak rendah baik dalam hal akademis atau dalam hubungan sosialisasi dengan orang lain.

Mengingat pentingnya tumbuh kembang anak maka perlu kesadaran dari orangtua untuk menyadari sejak awal apabila ada perbedaan yang signifikan pada tumbuh kembang anaknya dibandingkan tumbuh kembang anak lainnya.

*Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh