Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar

Pengalaman Pertama Mengunjungi DIY, Melihat Fanatisme Supporter Klub Bola

Avatar
416
×

Pengalaman Pertama Mengunjungi DIY, Melihat Fanatisme Supporter Klub Bola

Sebarkan artikel ini

Berkeliling di Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY) bagi orang baru seperti saya, akan heran melihat bendera bukan merah-putih berkibar di mana-mana. Rasa penasaran membuat saya tahu bagaimana fanatiknya supporter sebuah klub bola di sana.

Muhammad Hidayat, Yogyakarta

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Yogyakarta, kebanyakan orang menyebutnya kota pelajar. Yang kupikirkan hanyalah kotanya grup band favoritku, Sheila On 7, serta musisi berkelas lain seperti band Shaggy Dog.

Selain itu, Yogyakarta juga basisnya ultras sepak bola yang luar biasa di Indonesia, sehingga bepergian ke sana membuatku isterested sekali.

Ini adalah pengalaman pertamaku ke luar pulau Kalimantan naik pesawat. Pikirku, naik mobil saja sudah mabuk perjalanan, apalagi dalam penerbangan. Sehingga sudah kupersiapkan 6 biji obat anti mabuk perjalanan, yang rencananya dimakan sebelum keberangkatan.

Pengalaman Pertama Mengunjungi DIY, Melihat Fanatisme Supporter Klub Bola
Muhammad Hidayat setiba di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.

Pertama naik pesawat tak akan kusia-siakan untuk menyaksikan hal sedetil mungkin, mulai dari pemandangan kota Banjarbaru dari udara, lautan awan, hingga raut wajah para pramugari yang bikin aku betah memandangnya. Sayangnya aku tidak bisa memandang jelas ke luar jendela, karena mendapat kursi di tengah kabin.

Untuk antisipasi, aku juga membawa headset. Itu saran atasan dan teman-teman, katanya saat lepas landas dan mendarat tekanan udara meningkat sehingga telinga akan sakit, maka disarankan menutup telinga dengan headset dan putar lagu favorit.

Nyatanya, sampai pesawat di ketinggian ribuan meter pun, obat yang tadi kusiapkan tak kunjung ku makan, karena lupa membawa minumnya. Aku juga menyiapkan kantong plastik untuk berjaga-jaga. Syukurnya entah kenapa semua hal itu tak digunakan sama sekali.

Begitu juga saran membawa headset, baru ingat di ponselku tidak ada menyimpan mp3 lagu, sebab biasanya memutar lagu lewat aplikasi pemutar musik online, yang tidak bisa diputar dalam mode offline saat penerbangan. Syukurnya sampai mendarat tidak ada masalah pada telingaku.

“Bagaimana, telingamu apakah tidak sakit,” kata temanku lewat pesan WhatsApp setelah sampai, yang kalian pasti tahu jawabannya seperti cerita di atas.

Kesempatan luar biasa bagiku berkeliling Kota Jogjakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunungkidul. Sepanjang perjalanan, saya sedikit heran melihat halaman rumah warga di sana.

Di Halaman rumah-rumah banyak sekali berkibar bendera Hijau-Putih-Hitam, yang ukuranya lumayan lebar. Bendera dikibarkan di atas pohon-pohon yang ada di halaman, sehingga kelihatan tinggi.

“Itu tanda basis fans bola kalau di sini mas,” kata Apriyanto, sopir yang mengantar rombongan kami berkeliling.

Diterangkan Apriyanto, jika di halamannya ada bendera demikian sudah bisa dipastikan itu adalah rumah supporter fanatik PSS Sleman. Lalu, jika bendera berwarna merah berarti pemilik rumah adalah fans Persiba Bantul, dan jika biru maka itu fansnya PSIM Jogjakarta.

“Bendera itu juga yang nantinya di bawa dan dikibarkan di dalam stadion,” ungkapnya sambil mengemudi toyota hiace nya.

Mengetahui itu tanda untuk PSS Sleman, saya tidak heran lagi. Sebab semua tahu, PSS Sleman punya ultras yang selalu menampilkan koreo luar biasa di tribun stadion, layaknya ultras di klub-klub Serie A Italia!

Saat itu juga aku masih terkesima, dengan cara mereka meluapkan rasa loyalitas tanpa anarkisnya. Karena di Kalsel meski satu provinsi mendukung Barito Putera, di stadion hanya terdengar keras bunyi perkusi. Jangankan mengibarkan bendera klub di halaman rumah, di stadion pun sering ditegur karena menghalangi pandangan orang di belakangnya.

Sayangnya, kesempatan di Dareah Istimewa tersebut tidak ada waktu mengunjungi stadion Maguwoharjo Sleman. Karena kata Apriyanto, tidak ada jadwal pertandingan kandang minggu ini, dan rute berkeliling tidak melewati itu.

“Jalannya tidak di jalanan utama mas, di dalam jauh,” pungkasnya, waktu kami tidak cukup, kebetulan saat itu sudah magrib pulang dari Kabupaten Magelang Jawa Tengah mengunjungi Candi Borobudur. (*)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh