Kementerian Kesehatan RI memberikan Pemko Banjarbaru penghargaan sebagai Kabupaten Kota Bebas Frambusia. Penghargaan diterima langsung Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin, Selasa (21/2/2023).
BANJARBARU,koranbanjar.net – Pemko Banjarbaru melalui Dinas Kesehatan dengan jaringan Puskemas yang tersebar di tiap Kelurahan, berhasil menekan kemunculan penyakit tersebut.
Lewat momentum penghargaan ini, apresiasi luar biasa disampaikan Wali Kota Banjarbaru.
“Alhamdulillah, ini berkat upaya yang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh Dinkes Kota Banjarbaru dan Puskemas. Termasuk juga Dukungan Dinkes Provinsi Kalsel untuk menuju masyarakat Banjarbaru lebih sehat,” katanya.
Dirinya juga memastikan komitmen Kota Banjarbaru bebas dari penyakit Frambusia hingga di tahun-tahun yang akan datang. Untuk itu tegasnya perlu sinergi yang kuat antara Pemerintah, Dinas Kesehatan dan lapisan masyarakat.
“Jangan sampai muncul kasus baru, itu komitmen kita. Kebersihan Lingkungan dan perilaku hidup bersih yang sehat merupakan faktor penting untuk mencegah penyakit ini. Ini yang harus kita tekankan dan saling mengingatkan antar sesama,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, Dokter Juhai Triyanti Agustina, menerangkan bahwa daerah penerima Sertifikat Bebas Frambusia merupakan daerah yang sudah melewati beberapa tahapan.
Mulai dari membuktikan tidak ditemukan kasus frambusia baru berdasarkan Surveilans, rekomendasi di level provinsi hingga assessment time sertifikasi di tingkat pusat.
“Penghargaan Kota Bebas Frambusia ini merupakan penanganan yang serius dari kepala daerah, dalam hal ini Bapak Wali Kota Banjarbaru. Melalui kebijakan-kebijakan yang efektif, Alhamdulillah, Frambusia tidak ada ditemukan di Banjarbaru,” ungkapnya.
Perlu diketahui, Frambusia sendiri adalah penyakit atau infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallindum Pertenue.
Infeksi ini biasanya terjadi di wilayah-wilayah tropis sehingga terdapat beberapa bahasa daerah di Indonesia, baik itu patek, puru, buba, pian, parangi, atau ambalo.
Resiko terjangkit penyakit ini menyebabkan cacat penampilan fisik dan gangguan sosialisasi. Kementerian Kesehatan menaruh perhatian yang serius terhadap penyakit ini lantaran sifatnya yang menular menahun dan sering kambuh. (maf/dya)