Pemilu Untuk Kepentingan Publik, Noorhalis Majid: “Kada Mahayabang”

Budayawan dan Pakar Bahasa Banjar sekaligus anggota Ambin Demokrasi, Noorhalis Majid. (Foto: Koranbanjar.net)
Budayawan dan Pakar Bahasa Banjar sekaligus anggota Ambin Demokrasi, Noorhalis Majid. (Foto: Koranbanjar.net)

Anggota Ambin Demokrasi, Noorhalis Majid mengatakan Pemilu seharusnya untuk kepentingan publik, bukan tak memiliki arah dan tujuan yang tidak jelas hingga membuat masyarakat bingung istilah kata dalam ungkapan bahasa banjar disebut “Kada Mahayabang”.

BANJARMASIN, koranbanjar.net Kepada media ini, Selasa (30/5/2023) di Banjarmasin, Budayawan dan Pakar Bahasa Banjar ini memaparkan, setiap membicarakan Pemilu, mestinya yang terungkap adalah narasi-narasi tentang hal apa saja yang harus diperbaiki, dibenahi dan disempurnakan.

“Sehingga diperlukan politisi dan pemimpin baru yang mampu melakukan hal itu,” ujarnya.

Mau apa dengan Pemilu? Apa sesungguhnya yang ingin diperbaiki? Tentu saja menurutnya menyangkut kehidupan yang mensejahterakan, memberikan keadilan bagi seluruh warga.

“Semua itu hanya terwujud dari kebijakan para politisi yang berpihak pada kepentingan publik,” ucapnya.

Berbicara soal politik yang umurnya sudah sangat tua ini, ada baiknya belajar dari Cicero, atau Marcus Tullius Cicero, filsuf, negarawan dan politisi Romawi Kuno, (hidup antara 106 SM-43 SM), bahwa tugas politik itu suci, suatu amanat yang diberikan Tuhan pada manusia.

Dalam satu dialog dengan kakeknya Scipo Arficanus, ia mengatakan, “ketahuilah Africanus, jalan masuk ke surga terbuka bagi orang yang berjasa kepada negaranya”.

Lanjut Noorhalis Majid, bagi Cicero, politik itu adalah mengabdi secara tulus untuk kepentingan publik, bukan mengumbar dan memenuhi kepentingan pribadi, kelompok atau golongannya saja.

“Sangat berbahaya jika ambisi pribadi mendominasi kehidupan,” tuturnya.

Menurut Noorhalis menyadur kalimat Cicero, sebuah pelayanan publik, akan terlaksana dengan baik, jika kepentingan pribadi ditekan sedemikian rupa, sehingga kepentingan publik menjadi yang utama.

Lantas, politisi seperti apa yang harus dipilih dalam Pemilu, agar kepentingan publik lebih diutamakan?

Masih diceritakan Noorhalis, Cicero mengatakan, di dalam diri manusia terdapat emosi baik, yang disebut eupatheia (bebas dari hasrat personal),

Dia menyebut constatiae (bahasa lain dari konstitusi) bahwa negara kokoh tidak boleh dikendalikan oleh perilaku manusia dengan hasrat berlebih-lebihan.

Karena itu, pilih yang tidak suka berlebih-lebihan, sederhana dan benar-benar menjadi wakil rakyat.

Sehingga perbuatan dan perilaku kesehariannya, lebih banyak memikirkan orang banyak.

“Bukan dirinya sendiri, dan jangan memilih yang tidak jelas pikiran dan perilakunya, apalagi mahayabang,” pungkasnya. (yon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *