Tidak lama setelah pemerintah mengumumkan larangan penggunaan atribut maupun simbol Front Pembela Islam (FPI), pimpinan Komisi III DPR RI menunjukkan sikap, menghormati keputusan pemerintah. Akan tetapi, pimpinan Komisi III juga mengingatkan agar pembubaran tetap dalam koridor hukum positif.
JAKARTA, koranbanjar.net – “Saya menghormati keputusan pemerintah yang telah melakukan pembubaran FPI, diteken enam pejabat setingkat menteri yaitu Mendagri, Menkomifo, Kepala BNPT, Jaksa Agung, Menkumham, dan Kapolri.”
Demikian ditegaskan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Ir.H.Khairul Saleh, MM, menjawab pertanyaan awak media, Rabu (30/,12/2020), usai beberapa jam yang lalu Menkopolhukam mengumumkan pembubaran FPI, bahwa FPI tidak lagi mempunyai legal standing dan sudah bubar secara de jure sejak tahun 2019.
Politisi berdarah Banjar ini menambahkan, pemerintah pasti sudah memiliki pertimbangan yang komprehensif juga soal itu, termasuk ketika muncul pertanyaan seputar proses legal formal yang menjadi dasar dari keputusan pemerintah terhadap ormas FPI.
Untuk itu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu berharap pemerintah menjawab seluruh pertanyaan-pertanyaan yang timbul karena keputusan tersebut secara transparan dan terbuka.
“Agar tidak ada kesan bahwa prosedur hukum tidak dilaksanakan dengan baik dalam prosesnya, di mana akan ada anggapan langkah pembubaran itu suatu kemunduran dan menciderai amanat reformasi dan UUD 1945, yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul,” kata mantan Bupati Banjar dua periode ini.
“Sebagai wujud penghormatan terhadap keputusan pemerintah, saya berharap proses pembubaran ini juga tetap dalam koridor hukum positif yang berlaku dan dengan tujuan membawa kemaslahatan bagi NKRI,” tegas Pangeran Ir.H.Khairul Saleh.
Baca Juga : https://koranbanjar.net/gara-gara-kunjungi-markas-fpi-staf-kedubes-jerman-dilarang-ke-indonesia-lagi/
Keputusan penghentian aktivitas dan pelarangan atribut FPI ditandatangani enam pejabat setingkat menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Nasional Pencegahan Terorisme, Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, dan Kapolri.
Keputusan bersama itu kemudian diumumkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di Jakarta pada Rabu (30/12/2020).
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut, FPI dinilai banyak melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan umum dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi dan lainnya.
Kendati, FPI secara de jure telah bubar sebagai ormas sejak 20 Juni 2019.
Baca Juga : https://koranbanjar.net/dinilai-bubar-sejak-tahun-lalu-pemerintah-larang-penggunaan-simbol-fpi/
Maka, pemerintah membuat keputusan penghentian aktivitas FPI tersebut dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 tertanggal 23 Desember tahun 2014.
Berdasarkan Putusan MK Nomor 82/PUU-XI/2013 tersebut, dalam pertimbangan hukum halaman 125 menyatakan, “Suatu ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintah yang berwenang untuk itu. Sebaliknya berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi tidak dapat menetapkan ormas tersebut ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum.”(sir)