Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit kronik utama yang menjadi penyebab kematian di dunia.
Ria Roswita, Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
HIPERTENSI juga penyebab tertinggi dari penyakit penyakit stroke dan penyakit jantung koroner (Allam & Bahgat, 2022; Dadgari et al., 2017; Pangribowo, 2019).
Prevalensi hipertensi di dunia yaitu sebesar 22% dari total penduduk dunia atau sebesar 1,28 miliar dari penduduk yang berusia 30-79 tahun menderita hipertensi (Pangribowo, 2019) sebesar 1,28 miliar dari penduduk yang berusia 30-79 tahun menderita hipertensi.
Prevalensi Hipertensi tertinggi berada pada wilayah Afrika yaitu sebesar 27% dan Asia Tenggara menempati urutan ketiga dengan prevalensi sebesar 25%.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran secara nasional di Indonesia sebesar 34,1% orang pada penduduk berusia diatas 18 tahun.
Prevelensi hipertensi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan paling banyak terjadi pada negara dengan pendepatan menengah ke bawah.
Hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, jantung berdebar-debar.
Hipertensi adalah penyakit yang ditandai dengan tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg yang diukur selama dua hari berbeda (WHO, 2021).
Hipertensi merupakan faktor penyebab penyakit kardiovaskular seperti penyakit penyakit jantung, otak, ginjal dan penyakit lainnya (WHO, 2021).
Hipertensi juga dikenal dengan penyakit pembunuh diam-diam atau sillent killer, hal ini disebabkan penyakit ini tidak selalu memperlihatkan gejala sehingga penderita tidak dapat mengenalinya (Allam & Bahgat, 2022).
Gejala yang sering terjadi pada penderita antara lain sakit kepala pada pagi hari, perdarahan di hidung, bunyi jantung irregular, perubahan penglihatan, berdengung di kuping.
Ketika hipertensi sudah parah dapat menyebabkan kelelahan, mual, muntah, kebingungan, cemas, sakit dada dan tremor otot (WHO, 2021).
Tanda dan gejala pada hipertensi tidak selalu muncul sehingga penderita tidak menyadari sehingga penderita tidak menyadari keparahan dan komplikasi (de Fátima Mantovanil et al., 2021).
Sekitar 46% penderita dewasa di dunia tidak menyadari menderita hipertensi dan hanya 42% penderita hipertensi di dunia yang terdiagnosa dan diobati (WHO, 2021).
Hasil Riskesdas Tahun 2018 yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran lebih besar dibandingkan hasil diagnosa dan minum obat, hal ini menunjukkan bahwa banyak penderita hipertensi yang belum terdiagnosa (Pangribowo, 2019).
Peningkatan prevalensi hipertensi ini terjadi karena tinggi faktor risiko hipertensi yaitu diet dan gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi garam berlebih, pola makan tinggi lemak, asupan buah dan sayur yang rendah, kurang aktivitas fisik, konsumsi tembakau dan alkohol serta kegemukan atau obesitas (WHO, 2021).
Peningkatan prevalensi ini memerlukan perhatian khusus untuk mengendalikan penyakit hipertensi.
Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah dan menurunkan kemungkinan kesakitan, komplikasi dan kematian akibat penyakit tersebut (Pangribowo, 2019).
Fokus dalam pengendalian hipertensi yaitu kerutinan mengukur tekanan darah dan kepatuhan minum obat.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, didapatkan data bahwa penderita hipertensi berusia > 18 tahun yang rutin yang rutin minum obat sebanyak 54,4%, sebanyak 32,2% tidak rutin minum obat dan sisanya sebanyak 13,3% tidak minum obat (Pangribowo, 2019).
Kerutinan mengukur tekanan darah pada pasien hipertensi hanya 12% yang rutin, sedangkan sebanyak 41% tidak melakukan pengukuran dan 47% kadang-kadang melakukan pengukuran (Pangribowo, 2019).
Hal ini menunjukkan masih rendahnya pengendalian hipertensi pada penderita. Oleh karena itu, perlu adanya intervensi untuk meningkatkan kepatuhan pengendalian hipertensi pada penderita.
Metode pengendalian hipertensi dapat dilakukan dengan edukasi terkait pengendalian hipertensi. Salah satu metode yang efektif yaitu pemantauan tekanan darah saat ini dapat dilakukan menggunakan teknologi yaitu dengan telenursing.
Metode telenursing merupakan metode yang menggunakan teknologi untuk melakukan asuhan keperawatan seperti komunikasi dan penyampaian informasi menggunakan telepon, email, internet dan video klip (Allam & Bahgat, 2022; Dadgari et al., 2017).
Perawat telah terlibat dengan teknologi dalam beberapa dekade, seperti penggunaan telepon dalam melakukan edukasi, konsultasi dan dukungan terhadap pasien serta keluarga (Bartz, 2020).
Pengembangan teknologi dalam pemberian asuhan keperawatan ini digunakan untuk mengatasi keterbatasan hambatan waktu dan jarak.
Salah satu keuntungan dalam penggunaan teknologi telenursing ini adalah efektivitas biaya dalam melakukan melakukan asuhan keperawatan (Dadgari et al., 2017).
Hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa telehealth atau telenursing dapat meningkatkan kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi.
Menurut beberapa penelitain, telenursing dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik pada penderita hipertensi (Mohsen et al., 2020).
Namun, beberapa penelitian menunjukan perubahan hanya terjadi pada tekanan darah sistolik saja ataupun diastolik saja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi-Gandomani et al., (2021), Sakinah & Nurdin, (2020) dan Pour et al., (2020), yang menunjukkan adanya penurunan pada tekanan darah sistolik maupun diastolik.
Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Naqvi et al., (2022) dan Lu et al., (2019), telehealth hanya dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi.
Selain dapat mengontrol tekanan darah, telenursing juga dapat mengontrol Body Mass Index (BMI) serta menurunkan risiko komplikasi hipertensi (Mohsen et al., 2020).
Hal ini didukung oleh hasil systematic review dan meta analysis yang dilakukan oleh Choi et al., (2021), yang menunjukkan bahwa telenursing dapat menurunkan tekanan darah dan mencegah terjadinya komplikasi hipertensi yaitu penyakit kardiovaskuler.
Selain itu, telenursing juga dapat meningkatkan pengetahuan terkait hipertensi dan kepatuhan pasien dalam menkonsumsi obat anti hipertensi serta modifikasi gaya hidup untuk mengontrol tekanan darah (Allam & Bahgat, 2022).
Secara umum, telenursing dapat meningkatkan manajamen diri dalam mengontrol hipertensi di rumah (Ihsan Fathurrizki et al., 2022). **