Madu diketahui sebagai salah satu bahan makanan yang punya banyak khasiat bagi kesehatan. Penjual Madu asli, Abdina Saputra menceritakan awal mulanya membuka bisnisnya tersebut.
BANJARBARU, koranbanjar.net – Seorang transmigran dari Semarang, Sumaryoto mengadu ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalsel ingin pulang kampung, pada tahun 2001.
Sebab, semua sarang lebah (stup) yang dibawa dari Semarang disemprot dengan herbisida oleh sesama transmigran hingga semua lebahnya mati.
Saat itu dibolehkan pulang, tapi dengan syarat mengajari dua orang staf di dinas tersebut bagaimana cara beternak lebah.
Kemudian, Abdina Saputra dan M. Syaifuddin disuruh berangkat ke kediaman Sumaryoto untuk belajar beternak lebah.
Setelah belajar, kemudian diprogramkan cara membuat pelatihan beternak lebah madu bagi transmigran.
Tahun 2002, dilaksanakan 7 angkatan pelatihan. Satu angkatan terdiri dari 30 orang transmigran. di Sabuhur 3 angkatan, di Tumih Roham Raya 2 angkatan dan di Hampang 2 angkatan. Total 210 orang warga transmigran yang telah dilatih.
Setelah lebah berkembang, sempat terjadi kebingungan bagaimana cara menjualnya hingga akhirnya Abdina Saputra berjanji menampung dan membeli hasil ternak lebah madu tersebut dengan syarat tidak boleh dicampur dengan bahan lain.
“Sampai sekarang tahun 2021, sudah berjalan 19 tahun saya tetap menjual madu dari mereka. Bahkan, pemasarannya sampai dikirim ke Jakarta, Surabaya, Palangkaraya, Samarinda, dan lain-lain,” ujar Abdina Saputra, Rabu (16/06/2021).
Ia mengaku, omzetnya sekarang dari penjualan madu tersebut sudab sekitar 45 juta per bulan. Itu pun sudah termasuk biaya stiker, botol, dan antar ke pelanggan.
“Waktu pertama kali, harga Rp 35 ribu per botol. Beberapa kali sesuai inflasi. Hampir 2 tahun terakhir ini Rp 150 ribu per botol. Per bulannya di jual Rp 300 ribu per botol,” pungkasnya. (MJ-37/YKW)