Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Hulu Sungai Selatan

Munggu Raya 2 September 1949, Saksi Bisu Perundingan ALRI Divisi IV vs Belanda

Avatar
177
×

Munggu Raya 2 September 1949, Saksi Bisu Perundingan ALRI Divisi IV vs Belanda

Sebarkan artikel ini
Upacara peringatan peristiwa 2 September 1949 di Monumen Munggu Raya, Kabupaten HSS, Senin (2/9/2024) pagi. (Sumber foto: Devi/koranbanjar.net)

Sebuah bukit kecil bernama Munggu Raya, di Desa Sungai Raya Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), jadi saksi bisu sejarah besar politik kekuasaan di tanah Kalimantan pada tahun 1949. Lokasinya ditandai dengan sebuah tugu, berdampingan dengan menara pemancar jaringan TVRI.

DEVI, HULU SUNGAI SELATAN

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Perjuangan rakyat Kalimantan untuk merdeka, dipimpin Brigjend H Hassan Basry, berbuntut dibacakannya Teks Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV pada 17 Mei 1949.

Melalui berbagai dinamika perang gerilya, proklamasi akhirnya bisa dikumandangkan Hassan Basry di Kampung Niih, yang sekarang ini menjadi wilayah administrasi Desa Hulu Banyu, Kecamatan Loksado.

Pemberontakan (perjuangan, red) yang didukung rakyat kala itu, membuat pihak pemerintahan kolonial Belanda menjadi terdesak.

Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan, menyatakan rakyat dan wilayahnya adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pihak pemerintahan kolonial Belanda terpaksa mengikuti perundingan, dengan Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan, yang baru memproklamirkan kekuasaan wilayah itu.

Sebuah bukit kecil bernama Munggu Raya, lokasinya dianggap strategis dan aman bagi kedua belah pihak, akhirnya dipilih.

Lokasi itu, sekarang ini merupakan wilayah administrasi Desa Sungai Raya Selatan, Kecamatan Sungai Raya.

Perundingan dilakukan tanggal 2 September 1949, membahas tentang klaim kekuasaan wilayah dari kedua pihak.

Komisi Tiga Negara hadir sebagai penengah, dalam perundingan antara Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV melawan pemerintahan kolonial Belanda tersebut.

Komisi Tiga Negara adalah sebuah komisi yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 26 Agustus 1947, untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda.

Anggota komisi itu terdiri Negara Amerika Serikat yang ditunjuk kedua pihak, Negara Australia yang ditunjuk pihak Indonesia, dan Negara Belgia yang ditunjuk pihak Belanda.

“Saat itu dari pihak Indonesia, bahkan turut hadir Jenderal Soeharjo. Sedangkan pihak Gubernur Tentara ALRI diwakili Brigjend H Hasan Basry,” sebut Ketua Dewan Harian Cabang (DHC) 45 HSS Syamsuri Arsyad.

Hasil perundingan itu, terang Syamsuri, melahirkan perjanjian kesepakatan antara Pemerintah Gubernur Tentara ALRI Divisi IV dengan Belanda.

Jenderal Mayor Soeharjo atas nama pemerintah Indonesia, menegaskan ALRI Divisi IV sebagai Angkatan Perang Indonesia.

Setelah beberapa kali pertemuan lagi, pada 16 dan 17 Oktober 1949 menghasilkan kesepakatan, penghentian permusuhan secara resmi di Kalimantan.

Syamsuri Arsyad berujar, saat ini masyarakat secara luas lebih mengenal peristiwa proklamasi 17 Mei 1949.

Padahal terangnya, pasca peristiwa itu ada kelanjutannya, yakni peristiwa 2 September 1949 itu.

Menurutnya, sejarah itu tarafnya bisa dikatakan bernilai internasional.

“Peristiwa di Munggu Raya adalah peristiwa bersejarah, peristiwa yang menurut kami bertaraf internasional,” ujar Syamsuri.

Sedangkan pengingat lokasi peristiwa sejarah besar itu, telah berdiri sebuah monumen yang dinamai sesuai nama lokasinya, yakni Tugu Munggu Raya.

Upacara peringatan dilaksanakan DHC 45 HSS, Senin (2/9/2024) sebagai penghormatan, dan pengingat peristiwa sejarah.

(dvh/rth)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh