Pihak PT Mandiri Jaya Abadi Bersama (MJAB) atau Haji Syar’i membantah pernyataan Habib Muchdar Assegaf terkait longsornya Jalan negara di KM 171 Satui Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu).
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Ali Murtada selaku Kuasa Hukum Haji Syar’i atau MJAB kepada media ini melalui via telepon, Selasa (1/10/2022), mengklarifikasi bahwa MJAB tidak pernah merusak jalan yang diakui milik H.Parlin.
“Kemudian perlu diketahui, tanah atau jalan tersebut adalah milik orang lain yang sudah dibeli H.Syar’i,” ungkapnya.
Kemudian lanjutnya, soal menutup kegiatan pertambangan MJAB, Habib Muchdar sampai saat ini tidak bisa menunjukan alas hak bukti kepemilikan lahan yang diakui Parlin.
“Sehingga menutup kegiatan aktivitas tambang tidak memiliki alasan hukum yang jelas,” sebutnya.
Namun dirinya mengakui, sebelumnya memang dilakukan beberapa kali mediasi, pernah di Polsek dan di tempat lain.
Tetapi sebut Ali, dari Haji Parlin tidak pernah hadir dan tidak pernah menunjukan alas hak. Hanya pada saat itu yang dibawa HGU tetapi sudah mati.
“Kalau HGU itu kan pasti di bawah SHM atau SKKT tentunya,” ucapnya.
Berikutnya, Ali juga membantah mengenai penyebab longsornya jalan KM 171 Kecamatan Satui disebabkan MJAB.
“Gimana ceritanya, MJAB itu menambang dari jalan longsor lebih dari 500 meter, kok bisa disebut MJAB penyebabnya, ini kan tendesius,” cetus Ali.
Dirinya juga menyinggung sebuah pemberitaan bahwa penyebab longsor akibat aktivitas tambang MJAB, lalu cari kambing hitam.
“Tidak ada, kok bisa media seperti itu,” ucapnya dengan nada kesal.
Bahkan sambungnya sebelum MJAB menambang, ada ijin dari perusahaan tambang lain namun sudah mati, dan itu pun tidak pernah dikerjakan MJAB.
“Ada penambang lain, tapi bukan MJAB, tak tahulah sampai sekarang siapa penambang itu. Sekali lagi itu bukan MJAB. Jadi jangan asal tuduh,” tegasnya.
Dirinya mengungkapkan, pernah dibentuk Tim Independen terdiri dari Pemkab Tanbu, DPRD, Forkopimda tingkat kecamatan untuk verifikasi siapa penyebab longsornya jalan nasional atau negara itu.
“Tetapi disitu tidak ada MJAB. Sementara menambangnya pun jauh dari lokasi runtuhnya jalan tersebut,” ungkapnya.
Disinggung soal adanya kesepakatan yang dibayar MJAB sekitar Rp500 juta lebih untuk menghentikan sementara aktivitas tambang.
Ali mengakuinya tentang adanya pembayaran fee sebesar Rp500 juta lebih itu. Akan tetapi setelah diketahui Parlin bukanlah pemilik tanah itu, pembayaran fee dihentikan.
Namun terkait adanya sebuah perjanjian atau kesepakatan tidak boleh melakukan aktivitas tambang ketika itu, dirinya mengaku sama sekali tidak mengetahuinya.
“Saya rasa tidak ada soal itu,” ucapnya.
“Kalaupun kami beraktivitas kembali, siapa yang berhak melarang? Sementara dirinya bukanlah pemilik lahan atau jalan tersebut,” jelasnya.
Disinggung tentang adanya kemungkinan Habib Muchdar Assegaf melaporkan balik. Ali berujar siap melayani, bahkan katanya lebih bagus agar terungkap kebenarannya.
Dirinya berpendapat, justru langkah hukum semestinya ditempuh untuk membuktikan siapa benar atau salah dalam perkara ini.
“Bukannya menyebar isu atau informasi yang tidak benar,” tandasnya.
Habib Muchdar Assegaf dan perwakilan Haji Parlin bernama Haris beberapa hari telah lewat menghadiri undangan klarifikasi dari Ditkrimsus Polda Kalsel.
Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Patriot Muda Borneo, Habib Muchdar Assegaf dan Abdul Haris dalam memberikan klarifikasi terkait kisruh penyebab longsornya jalan negara di Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.
Habib Muchdar menegaskan, kerusakan atau longsornya jalan di Satui KM 171 sangat perlu ditindakilanjuti.
“Karena kalau dibiarkan maka jalan semakin rusak. Apalagi ini adalah jalan negara ujar Habib Muchdar,” tuturnya.
Lanjutnya, klarifikasi ini berhubungan dengan adanya penyetopan kegiatan tambang yang dilakukan atas dasar surat perjanjian yang dibuat Haji Syar’i selaku penambang dengan Haji Parlin sang pemilik tanah.
Dalam item perjanjian memuat komitmen apabila Haji Syar’i ingkar janji atas fee yang telah disepakati maka pihak Haji Parlin menyetop atau menghentikan kegiatan pertambangan.
Diungkapkan Habib Muchdar, penghentian kegiatan ini bukan secara langsung tetapi sebelumnya melalui tahap somasi I, II, III.
Somasi tersebut lanjut Habib sebagai tujuan untuk mengingatkan kepada HS.
“Bukan tanpa sebab sebagaimana yang dituduhkan telah menghalangi kegiatan pertambangan yang legal,” bantahnya.
Namun demikian pihaknya menyatakan sangat menghormati dan mendukung panggilan klarifikasi ini tetapi dengan tujuan untuk memperjelas fakta-fakta kebenaran yang telah terjadi di lokasi tambang.
“Yaitu siapa yang menjadi dalang atau penyebab longsornya jalan negara bukan mencari fakta yang tidak logis atau jangan sampai ada dugaan untuk mengalihkan substansi pelanggaran hukum,” terang Habib Muchdar.
Adapun menurut Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) H. Abdul Kadir yang ikut mendampingi Habib Muchdar menyampaikan, perlu diinformasikan dugaan arogansinya Haji Syar’i bukan hanya jalan negara yang dirusak tetapi jalan hak milik Haji Parlin menuju pelabuhan pun ikut dirusak.
“Dugaan perbuatan melanggar hukum ini harus segera ditangani aparat penegak hukum,” tegasnya.
Sebagai masyarakat, pihaknya menyarankan kepada pihak kepolisian dalam penegakan hukum jangan hanya tajam ke bawah tetapi tumpul kepada para pengusaha yang berduit.
Ditambahkan H Abdullah Sani atau akrab dipanggil H.Dudung sebagai pembina LBH Patriot Muda Borneo sekaligus Advokat dari D’ Perfect Lawyer dan Partners, kalau aparat penegak hukum bertujuan ingin menegakkan hukum lebih adil dan bijaksana tentang penyebab kerusakan jalan negara atau longsornya jalan KM 171 Satui harus diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Bukan hanya masalah penghentian aktivitas pertambangan saja tetapi hal yang sangat penting adalah pelaku di balik hancurnya jalan negara itu,” tandasnya
Namun demikian tambah Dudung dalam proses pemeriksaan terhadap kliennya Habib Muchdar Assegaf dan Haris penyidik Ditkrimsus bersikap humanis.
“Mereke benar-benar profesional, sesuai SOP di dalam pemeriksaan,” pungkasnya didampingi rekan Advokat Rudi Darmadi, SH. MH, Muhammad Setiady, SH. MH. dan Achmad Junaidi, SH. (yon/sir)