Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
DPRD BanjarbaruKalsel

Menikah Di Usia Dini, Ibadah atau Masalah?

Avatar
480
×

Menikah Di Usia Dini, Ibadah atau Masalah?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dian Puspita Sari*

Binuang heboh lagi. Jika beberapa waktu yang lalu, masyarakat dibuat heboh dengan pernikahan mewah ala Haji Ciyut, konglomerat Binuang. Kali ini ceritanya datang dari pernikahan warga biasa di salah satu desa di Binuang. Pernikahan dini yang menggegerkan dan digegerkan dunia maya.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Akun Instagram @wargabanua mengunggah foto dan video pernikahan anak laki-laki berumur 14 tahun dan si perempuan yang masih berumur 15 tahun. Terungkap jika pernikahan dini tersebut terjadi di Desa Tungkap, Jalan Saka Permai, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan pada Jumat (13/7/2018) lalu.(Banjarmasinpost.co.id)

Pernikahan ini kemudian diputuskan tidak sah oleh pihak dari Kantor Urusan Agama (KUA) Binuang, Sabtu (14/7/2018) sore. Dibatalkan, baik secara agama maupun negara karena ada syarat-syarat yang belum terpenuhi.(bogortribunnews.co.id)

Seperti diketahui, syarat-syarat perkawinan yang sah menurut negara diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa salah satu syarat intern adalah usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah mencapai 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah berumur 16 tahun.

Dalam kasus pernikahan dua remaja di Binuang ini, yang dipersoalkan adalah tidak adanya wali pengantin perempuan. Salahnya, pihak keluarga memilih melakukan pernikahan siri. Mengangkat wali seorang penghulu kampung yang bukan pejabat KUA. Sehingga tidak memenuhi kriteria wali hakim.

Sebenarnya, pernikahan ini masih bisa dilanjutkan dengan mengulang akad yang menghadirkan wali sah dari pengantin perempuan. Yaitu kakak laki-lakinya atau pejabat KUA setempat. Bukan lantas dibatalkan.

Remaja dan Cinta

Remaja dan cinta adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dari zaman dulu sampai zaman sekarang. Diawali dari masa puber yang ditandai dengan perubahan fisik, seorang remaja belajar untuk mengenal dan berelasi dengan lawan jenis dalam konteks hubungan yang melebihi pertemanan.

Perilaku yang muncul sebagai ekspresi dari cinta ini dapat dilihat sebagai bentuk emosi yang sangat intens. Galau pun menjadi sebuah perasaan dan aktivitas yang akrab dengan remaja saat ini. Ditambah dengan pengaruh dari media yang ada, film, sinetron, drama korea, dan sejenisnya. Semuanya bertema cinta dan menyebabkan remaja menjadi ‘baper’ atau terbawa perasaan.

Remaja seolah hanya disibukkan dengan urusan cinta. Terfokus dengan masalah pribadi lalu melalaikan banyak kewajiban kepada-Nya. Terutama dalam hal permasalahan umat saat ini. Sangat prihatin ketika melihat  pemberitaan di berbagai  media tentang pergaulan bebas para remaja. Mengumbar syahwat atas nama cinta. Padahal remaja seharusnya tumbuh dengan cinta yang positif dan produktif.

Pada hakikatnya, remaja adalah poros perubahan masa depan. Di tangan remaja-lah baik dan buruknya peradaban. Sebagai remaja zaman Now, tentu di tangan mereka-lah diharapkan perubahan menjadi lebih baik.

Lantas bagaimana ingin membangun peradaban Islam dan membangkitkan umat, kalau yang ada di pikiran remaja hanya perkara perasaan dan cinta? Inilah sebenarnya yang menjadi skenario dari para musuh Islam. Menjebak generasi kaum muslimin agar potensi yang mereka miliki untuk kebaikan Islam ini habis dalam kesia-siaan.

Pernikahan Dini Dalam Islam

Sebenarnya tidak ada istilah pernikahan dini dalam Islam. Karena Islam tidak mempermasalahkan usia dalam kesiapan untuk menikah. Islam  memberi lampu hijau untuk melakukan pernikahan setelah masa baligh. Selain karena sudah masa taklif, ia dianggap sudah mampu berpikir matang. Mampu membedakan baik dan buruk. Pernikahan untuk menjaga diri dari perbuatan zina atau seks bebas merupakan hal yang dipandang baik dalam ajaran Islam.

Dalam hadist disebutkan: “Wahai para pemuda, siapa diantara kalian telah memiliki kesanggupan berumah tangga maka hendaklah ia menikah, karena hal itu dapat membatasi pandangan  dan memelihara kehormatan. Akan tetapi jika ia belum mampu melakukannya maka hendaklah ia berpuasa karena hal itu dapat menjadi perisai.” (HR. Bukhari Muslim)

Perlu Peran Negara

Menikah muda atau menikah nanti bukan masalah ketika dilakukan dengan persiapan dan kesiapan. Dalam hal kemampuan inilah, Islam melibatkan negara untuk menyiapkannya. Baik persiapan fisik, psikis maupun materi. Tentunya dengan penerapan hukum-hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Dari persiapan fisik, negara memastikan kondisi kesehatan kedua calon pengantin dengan memberikan jaminan pemeriksaan, pengobatan, dan pemberian fasilitas kesehatan secara cuma-cuma. Ini memudahkan mereka untuk menentukan kapan bisa memulai hubungan badan. Kapan siap untuk memulai kehamilan. Kalaupun ada masalah, bisa segera tertangani.

Dari sisi psikis, negara memastikan calon pengantin mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan umur mereka. Memberikan pendidikan pranikah yang diperlukan. Misalnya seperti hak dan kewajiban suami istri, manajemen rumah tangga, pengelolaan emosi, pendidikan anak, dan lain sebagainya.

Sedangkan dari sisi materi, negara menjamin kesempatan bekerja bagi seluruh laki-laki yang telah baligh. Bukan memberdayakan perempuan sebagai komoditas untuk dieksploitasi.

Penutup

Sejatinya pernikahan adalah ibadah paling lama yang dijalani. Karena itulah, menikah adalah separuh agama yang seorang muslim yakini. Ia bukan masalah ketika dilakukan dengan niat dan cara yang sesuai syariat-Nya.

Dalam lintasan sejarah, banyak kisah-kisah indah pernikahan muda yang terwujud dalam naungan penuh keberkahan dan kesakinahan. Seperti halnya kisah pernikahan Rasulullah dengan Aisyah yang saat itu masih sangat muda.

Menikah muda bukanlah masalah selama dibangun berdasarkan idealisme. Bukan karena alasan seksual semata. Apalagi hanya ikutan trend anak muda. Pernikahan dini selain untuk membentengi diri juga hendaknya disandarkan pada niat ibadah.

Pernikahan dini dilakukan sebagai upaya yang cukup untuk mencegah maraknya seks bebas di kalangan remaja. Pemerintah seharusnya mendukung hal itu, terutama dengan menerapkan Islam Kaffah.

Hanya dengan penerapan Islam secara sempurnalah akan terbangun kembali pilar-pilar keluarga muslim yang sesungguhnya. Semuanya diawali dari pernikahan, bahkan proses sebelumnya. Bukan menikah yang buru-buru, namun menikah yang terbaik.

Dari sanalah, nantinya akan terbentuk keluarga muslim sejati. Madrasah generasi pejuang Islam yang tangguh. Generasi yang mampu membangkitkan kembali peradaban Islam. Tentunya semua itu harus didukung dengan penerapan Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Wallahu’alam bisshawwab []

*) Aktivis Muslimah, Pembina Komunitas Remaja Shalihah Kab. Banjar, Warga Pekauman Ulu Martapura.

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh